Gumun

Salah satu filsafat Jawa yang selalu dinasihatkan oleh Pak Harto adalah aja gumunan, aja kagetan lan aja dumeh (jangan gampang heran, jangan mudah kaget dan jangan mentang-mentang). Filosofi sederhana, tetapi dalam sekali maknanya. Saya tidak ingin membahas panjang lebar filsafat favorit Pak Harto tersebut, maklum saya sendiri masih gumunan dan kagetan, terutama untuk kasus mas Ariel dan mas Gayus.

Siapa yang tak kenal dua sosok pemuda itu. Bayangkan, usia masih sangat muda tetapi tenar seantero belahan dunia. Gumun saya terhadap kedua kasus itu adalah terang-benderangnya permasalahan, tetapi kok menjadi sangat rumit menentukan siapa yang salah yang harus bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan keduanya.

Di jaman yang apapun mudah diakses dan dibuka lebar-lebar, sebetulnya menjadi tidak masuk akal jika masalah ditutup-tutupi atawa sengaja dihapus. Coba bayangkan, berapa banyak orang yang telah menyaksikan video asoi itu – dan semuanya mengatakan bahwa itu benar mas Ariel, mbak Luna dan mbak Tari, bahkan belakangan mbak Tari blaka suta ketika menjadi saksi di sidangnya mas Ariel. Kurang apa lagi? Gumun saya makin menjadi-jadi.

Kasus mas Gayus pun demikian juga, membuat rasa gumun saya seakan sundhul langit. Weladalah, bocah isih enom, uangnya buanyak banget. Sak arat-arat. Lha, terus yang jadi atasannya mas Gayus uangnya seberapa gudang ya. Mudah-mudahan saya tidak dikasih kesempatan untuk melihat uang tersebut, bisa-bisa saya jantungan. Maklum, saya orang yang kagetan. Gambar mas Gayus yang pakai wig pun ada di mana-mana, ia juga mengakui kalau benar pergi nonton tenis. Puluhan kali ia keluar-masuk ruang tahanan untuk sekedar plesiran. Peristiwa tersebut membuat gejolak rasa gumun yang lain.

Semalam, saya menyaksikan siaran langsung sidang mas Gayus yang jadi saksi bagi sidang dakwaan atasannya. Edan tenan, mas Gayus dengan kalem, tenang, tidak grogi menjawab semua pertanyaan hakim. Ia menyebut hakim dengan sebutan Yang Mulia, sungguh lancar keluar dari bibirnya. Lalu, tetap dengan kekalemannya, mas Gayus mencabut salah satu isi dari BAP.

Eh iya, ada lagi cerita tentang anak muda yang lain, yaitu mbak dan mas yang sekarang duduk di kursi legislatif. Dulu, mereka orang-orang pintar di bidangnya. Kini kok jadinya asal ngomong saja, main setuja-setuju terhadap omongan yang lebih tua, meskipun omongan itu salah dan ngawur.

Ah sudahlah, kalau diuraikan masalah-masalah yang lain bisa-bisa gumun saya tidak bisa dihitung.

Maafkan saya Pak Harto, nasihat supaya saya aja gumunan tidak bisa saya patuhi.