Episode Kebahagiaan

10 Nopember 2008: Aku patah hati lagi

Minggu sore saya menerima SMS dari teman saya yang sampai sekarang masih membujang.

Atiku tugel maneh mas” 

Karo sapa, Jar?” 

“BCL. Sampeyan gak nonton tipi tah” 

Kekarepanmu kedhuwuren sih” 

Sangat menarik mengikuti kisah asmara teman saya yang bernama Jar ini. Asmara yang aneh, menurut saya. Bagaimana tidak, dia ini cuma berani naksir dan tidak pernah diungkapkan kepada wanita yang ditaksir. Dia sering kali patah hati, meskipun belum pernah merasakan pacaran. Selain soal asmara, dia mempunyai perilaku yang sangat aneh juga. Dia akan sangat marah jika melihat seorang cowok berwajah di bawah “standar” bisa menggandeng atawa berpacaran dengan cewek yang cantik. Bahkan pernah, pada suatu ketika dia menampar si cowok, gara-gara si cowok mengandeng mesra pacarnya di hadapannya.

Kami semua kaget dengan tindakan Jar tersebut. “Asem tenan. Dunia nggak adil. Mosok cowok jelek gitu dapat cewek cakep”, serapahnya. He..he.. kami tertawa saja mendengar umpatannya.

Dari segi kualitas ketampanan, si Jar bolehlah dapat nilai 5,5. Tak bosan-bosannya Bapaknya memberikan nasihat agar dia banyak bersyukur karena dikaruniai wajah yang sedikit lebih tampan dibandingkan wajah bapaknya. Saya tersenyum ketika mendengar penjelasan bapaknya, “Dulu ketika Jar masih di kandungan ibunya, setiap malam saya membaca surat Maryam dan surat Yusuf, dengan harapan jika anak saya perempuan mendapatkan wajah secantik Maryam dan kalau laki-laki setampan Nabi Yusuf, ditambah bisa mewarisi budi pekerti Maryam atawa Yusuf. Saya bersyukur saja, jika ternyata wajah Jar jauh dari bayangan saya mengenai ketampanan Nabi Yusuf”.

Jar 4 tahun lebih muda dari saya. Lulus sekolah dia merantau ke Jakarta bekerja di sebuah gedung di bilangan Thamrin. Tiap hari melihat cewek bening. Makin mumet saja dia.

Setahu saya, wanita-wanita yang pernah membuatnya patah hati di antaranya Wulan Guritno, Rahma Sarita, dan terakhir BCL yang minggu kemarin disunting lelaki Malaysia.

07 Januari 2009: Rejeki itu datangnya tak disangka-sangka

Hari minggu lalu, Jar main ke rumah untuk bersilaturahmi. Sebelumnya dia nelpon, saya tidak boleh ke mana-mana. Ah, si Jar ini bikin senewen saja sudah jam 10 belum datang juga. Saya telepon dari sejam sebelumnya sudah di tol Cikampek. Kira-kira jam 10.30 WIB, sebuah mobil parkir di depan rumah, pintu mobil dibuka keluarlah Jar kemudian diikuti seorang perempuan yang kebangetan cantiknya. Sejak melihat saya yang menyambut di depan pintu pagar, Jar senyumnya tidak berhenti, mungkin giginya sampai kering tuh.

Ketika mereka berdua sudah duduk manis di kursi tamu, Jar memperkenalkan perempuan di sebelahnya sebagai pacarnya. Saya pandangi wajah Jar dan pacarnya bergantian.

“Insya Allah, kalian masuk surga, karena kalian termasuk golongan orang-orang yang bersyukur dan bersabar” kata saya setelah menjabat tangan mereka.

“Amiin, semoga doa mas dikabulkan Gusti Allah,”  jawab si Jar.

Jar memang nitip doa ke saya, supaya segera mendapatkan jodoh. Tapi, saya tidak mengira kok demikian beruntungnya Jar ini mendapatkan anugerah perempuan seperti itu. Pastinya, Gusti Allah tidak sedang iseng memberi karunia ke Jar.

“Tapi mas, kenapa aku masuk surga?” Jar penasaran.

“Ya iya lah, kamu bersyukur mendapatkan dia, sedang dia, siapa namanya..?” jawab saya, sambil bertanya nama pacar si Jar.

“Aisyah” jawab Jar. Subhanallah… NSW deh, Nama Sesuai Wajahnya.

Saya melanjutkan bicara, “Aisyah bersabar mendapatkan kamu, Jar!” Kami pun tertawa ngakak.

Dari ngobrol ngalor ngidul, rupanya ketika nitip doa tempo hari, si Jar ini sudah mempunyai 3 pilihan perempuan yang hampir setahunan ini dia kenal. Dan Aisyah inilah yang menjadi pilihannya.

“Sekalian mumpung kita ketemu, kira-kira bulan depan aku mau melamar Aisyah ke rumah orang tuanya di Bandung sana untuk jadi istriku. Nanti panjenengan, tak minta jadi wakil bapakku” Jar memohon dengan takzim.

Saya kaget, langsung menjawab : “Guyonan, kowe Jar!!!”

Jar menjawab dengan serius : ”Bener mas, aku gak guyonan. Mosok golek bojo angel-angel digawe guyonan”.

Bulan depan saya harus siap jadi wakil orang tua Jar. Mulai sekarang mulai mereka-reka kalimat lamaran supaya misi melamar ke Bandung sukses.

Untuk menghormati calon pengantin ini, mereka saya ajak makan siang di sebuah rumah makan, sambil lesehan.

25 Pebruari 2009: Cintanya berlabuh di Ujung Berung

Sabtu siang cuaca agak mendung. Jalan Jend. A. Yani Bandung agak padat. Saya yang duduk di sebelah Jar – dia mengemudikan mobilnya, lumayan nervous. Ya, hari itu saya didapuk Jar mewakili orang tuanya untuk melamar pujaan hatinya. Semalaman saya menghafalkan kalimat lamaran yang telah saya susun, dengan harapan ketika nanti di hadapan calon mertua Jar saya tidak grogi-grogi amat.

Kalau dihitung, bisa jadi saya sudah ratusan kali berbicara di depan orang banyak. Tapi urusan melamar ini terasa sangat berbeda di perasaan saya. Sepanjang perjalanan dari rumah sampai di Bandung saya ngirit bicara. Jar yang mencoba mengajak bicara saya tanggapi dengan kalimat-kalimat singkat.

“Rumahnya masih jauh, Jar?” tanya saya.

“Kira-kira tiga kilo lagi” jawabnya singkat.

“Kalau lamaran nanti ditolak piye Jar?” saya mencoba bercanda.

Tak culik wae mas, he..he..”, timpal Jar.

Kantor Pegadaian Ujung Berung pun telah terlewati, dan Jar memelankan laju mobilnya. Di depan ada pertigaan, belok kiri dan tidak lama kemudian sampailah di alamat yang dituju.

Rumah yang asri. Calon mertua Jar menyambut kedatangan kami di teras rumah, dari dalam bermunculan kerabat pacar Jar, kami bersalaman. Keringat dingin mulai membasahi punggung saya. Untuk mengurangi rasa nervous saya minta ijin ke belakang untuk menunaikan hajat. Sedikit lega.

Kembali ke ruang tamu. Saya duduk di samping Jar. Kursi sebelah kiri ditempati paman pacar Jar, sedangkan kursi di hadapan saya duduk manis sepasang calon mertua Jar. Basa-basi pun dimulai, menceritakan perjalanan Jakarta – Bandung, bla..bla…bla… Beberapa kali saya menghela nafas, mencari peluang waktu untuk masuk ke pembicaraan inti. Sepi, tidak ada yang bicara.

Saya pun berdehem (meskipun sebetulnya tenggorakan saya tidak gatal), dan memulai pembicaraan lamar-melamar. Mengalirlah kalimat-kalimat dari mulut saya yang ternyata berbeda dengan hapalan saya. Muter-muter tidak karuan, susah untuk menuju inti pembicaraan : melamar anak gadisnya untuk dijadikan istri Jar. Akhirnya, kalimat lamaran itu meluncur dari mulut saya…. terasa brolll…. lepas…lega… (bayangkan betapa nikmatnya buang hajat yang setelah sekian lama tertahan di perut).

“Saya sebagai orang tua, merestui saja apa yang menjadi pilihan anak saya. Tetapi untuk lebih afdolnya saya tanya langsung kepada anaknya,” kata calon mertua Jar, kemudian minta kepada istrinya untuk memanggil anak gadisnya.

“Begini neng, mas ini mewakili orang tua nak Jar untuk melamar kamu, mau tidak?” kira-kira begitu artinya, soalnya berbicara dengan bahasa Sunda.

Si Neng diam saja, tersenyum, berpaling ke Jar. Mereka saling bertatapan, malu-malu. Kami pun tahu itu pertanda setuju.

Alhamdulillah, misi lamaran yang saya emban sukses. Untuk langkah ke depan, biarlah dibicarakan oleh kedua keluarga mereka. Pertemuan siang itu ditutup dengan santap siang, bermacam pepes tersaji di sana. Saya pun sangat lahap menikmati makan siang.

12 April 2009: Dia duduk di Pelaminan Biru

Kompleks Seskoad, Bandung – Dia yang dulu sering patah hati, kemudian mendapatkan rejeki seorang pacar yang kebangetan cantiknya, akhirnya melabuhkan cintanya di Ujung Berung, hari ini duduk manis di pelaminan biru pengantin. Sepasang pengantin itu sungguh berbahagia. Wajahnya tidak pernah lepas dari senyuman. Saya maklum, Jar yang telah lama membujang, hari ini jadi hari kemenangannya.

Sayangnya, saya tidak menyaksikan akad nikahnya, apakah dia grogi atawa kalimat ijab-kabulnya sudah hapal di luar kepala. Dari seminggu yang lalu, saya sudah menyampaikan permohonan maaf tidak bisa hadir dalam acara akad nikahnya.

Ketika para tamu diberikan kesempatan untuk menyampaikan ucapan selamat, saya mengambil waktu yang cukup banyak sehingga barisan di belakang saya terpaksa menunggu. Bagaimana pun, dia bisa berdiri di antara tamu hari ini, ada peran saya ha..ha..ha..

Saya membisikkan kalimat ini: “Jar, jangan pernah bosan untuk bersyukur karena mendapatkan anugerah seorang istri, jaga baik-baik. Lihat tuh, banyak orang yang kagum dan cemburu akan nasib baikmu. Selamat ya!”

Barangkali, ketika saya tulis artikel ini sepasang pengantin itu mulai mematikan lampu kamarnya.

16 Juni 2009: Hamil

Semalam, dengan kegembiraan yang meluap-luap teman saya ini menelpon saya dari sebuah klinik. Dia mengabarkan kalau istrinya sedang hamil, masuk hitungan minggu ketiga.

“Selamat untuk kalian ya, jaga baik-baik kandungan istrimu..”

“Mas, mau tanya nih. Kalau istri sedang hamil, masih boleh gituan nggak sih?”

“Boleh saja, asal jangan pecicilan. Kamu masih di klinik kan? Tanya tuh ke dokternya…”

“Ada nasihat tambahan mas?”

18 Pebruari 2012: Syukuran ulang tahun

Sebuah SMS masuk. Mas, besok ke rumah ya. Kami mau syukuran ulang tahun Anissa.