Enjoy Capitalism di Karanganyar

Saya akan sejenak bernostalgia tentang Kota Karanganyar di masa kecil tahun 80-an. Wilayah kota yang saya pahami dulu adalah penggalan Jl. Lawu antara Gereja St. Pius X hingga jembatan Kali Siwaluh yang ditandai dengan bermacam bangunan kantor, pertokoan atawa pelayanan  umum. Jika diurutkan seperti ini: Gereja St. Pius X – Kantor Pos, Polres, Pegadaian, Tangsi Polisi, SDN 1, Studio Foto Meiwa, Toko Morodadi, Pool bus Sedayu, Warung Hek mBah Loso, Toko Gai Sin, Toko Besi Pak Basman, Toko Bu Tris, Es Pak Bejo, Kodim, Kantor Penerangan, Toko Yoto Kulon, Pasar (belakang dipindah ke Harjosari dan diubah menjadi Taman Pancasila) Rumah Dinas Bupati, Kantor Tilpun, Toko Yoto Wetan, Pangkas Rambut Mokram, Toko Lestari, Toko Bu Win, Toko Waras Waris, Kantor Kecamatan Karanganyar, Gedung Bioskop Lawu Theatre, Toko Buku Wijaya, Toko Mulyo, SDN 3, Toko Marto Tuk, jembatan Kali Siwaluh.

Lawu adalah nama gunung di bagian Timur Karanganyar yang membatasi dengan Kabupaten Magetan di Jawa Timur. Karena di gunung Lawu terdapat wisata alam Tawangmangu, maka Jl. Lawu menjadi lalu-lintas utama dari arah Kota Solo. Entah apa jadinya Jl. Lawu jika tak ada potensi wisata Tawangmangu, mungkin akan semakin sepi saja Kota Karanganyar. Tak berlebihan jika waktu itu Karanganyar menjuluki dirinya sebagai Karanganyar Tenteram (Tenang, Teduh, Rapi, Aman dan Makmur).

Sesungguhnya ada wilayah yang jauh lebih kota daripada ibukota Karanganyar itu sendiri, yakni wilayah kecamatan Colomadu dan Jaten. Bahkan, Colomadu berada persis di tengah kota Solo (wilayah ini unik, mirip pulau yang terpisah dari rangkaian pulau utama, lihat gambar). Akses utama menuju Bandara Adi Soemarmo melintasi Colomadu, di mana di sisi kanan kiri jalan tersebut terdapat aneka hotel berbintang dan restoran kelas satu. Untuk kecamatan Jaten, sejak dahulu dikenal dengan wilayah industri sehingga wilayah ini relatif lebih berkembang daripada wilayah lainnya di Kab. Karanganyar.

Zaman makin berkembang. Keadaan Jl. Lawu yang sepenggal yang saya sebutkan di atas masih hampir sama “sepinya” apalagi ada beberapa toko yang mati, gedung bioskop sudah tak ada, beberapa toko “kuno” masih bertahan hingga kini sehingga wilayah ini awet betul ketentramannya. Namun, ada keramaian yang lain. Jl. Lawu lebih ramai lalu-lintasnya sejak Pak Harto dan Ibu Tien disemayamkan di Giribangun, banyak orang melintas di Jl. Lawu untuk berziarah ke sana. Atawa ketika potensi pariwisata Karanganyar di gunung Lawu digiatkan, maka mau tak mau keramaian lalu-lintas Jl. Lawu juga meningkat. Anehnya, yang berkembang justru di luar ruas Jl. Lawu yang saya sebutkan sebelumnya.

Kemarin pas pulang mudik saya mampir di salah satu mall yang baru dibangun di wilayah Palur Jaten. Mau lihat bagaimana prejengan bangunan yang disebut sebagai mall tersebut.

Hmm, enjoy capitalism di Karanganyar, mBak Bro!