E, dhayohe teka

Setahun tinggal di Jogja, kosakata bahasa Jawanya Kika sudah bertambah banyak dan bahkan ia sudah berani mempraktekkan dalam percakapan sehari-hari meskipun bercampur dengan bahasa Indonesia. Ketika di rumah, ia belajar mengenal bahasa Jawa dari percakapan ayah-ibunya atau mendengar lagu-lagu Jawa yang saya putar atau mengintip lewat majalah bahasa Jawa Panjebar Semangat yang saban seminggu sekali dikirim ke rumah.

Suatu ketika, ia bertanya apa makna tembang ilir-ilir. Saya kesulitan menjelaskan kepadanya secara opo anane kata perkata kata, tetapi langsung satu kalimat dan itu pun hanya tafsirannya saja. Kemudian pada kesempatan itu saya menceritakan kalau anak-anak Jawa sejak dulu mempunyai nyanyian kebangsaaan yang disebut tembang dolanan, di mana ilir-ilir masuk di dalamnya.

***

Pertanyaan Kika di atas kemudian mengusik fikiran saya untuk memaknai tembang dolanan lainnya. Saya mengingat satu persatu dan sebagian besar tembang dolanan itu secara letterlijk memang sulit dipahami maknanya. Saya ambil contoh lagu Gotri Nagasari:

gotri legendri nagasari, ri
riwul iwal- iwul jenang katul, tul
tulen olen-olen dadi manten, ten
tenono mbesuk gedhe dadi opo, po
podheng mbako enak mbako sedheng, dheng
dhengklok engklak-engklok koyo kodhok

Perhatikan juga lagu Dhayohe Teka:

e, dhayohe teka,
e, gelarno klasa,
e, klasane bedhah,
e, tambalen jadah,
e, jadahe mambu,
e, pakakno asu,
e, asune mati,
e, buwangen kali,
e, kaline banjir,
e, delehno pinggir,
e, pinggire santer,
e, centhelno pager,
e, pagere ambruk,
e, selehno ngebuk…

Namanya juga tembang dolanan, pasti rasanya ringan interesan, enak didendangkan yang penting membuat hati riang gembira mengenai artinya ntar dulu. Saya memaknai dua lagu di atas itu membuat anak-anak menjadi kreatif, mengasah otak untuk menciptakan lirik lagu di baris berikutnya.

Untuk lagu Dayohe Teka (Tamunya Datang), kalau anak yang menyanyikan kreatif liriknya tak hanya sampai di situ tetapi akan terus dilanjutkan hingga ia kehabisan kosakata.

Saya baru menyadari kalau Dayohe Teka itu mengajarkan kita untuk selalu mencari solusi ketika mendapatkan suatu masalah. Ada masalah pasti ada jalan keluarnya, demikian kira-kira maknanya.

Nekjika diterjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia, e tamunya datang, cepatlah menggelar tikar, tikarnya sobek, coba ditambal pakai jadah, ternyata jadahnya basi, kasih saja ke anjing (supaya dimakan), ternyata anjingnya mati, dibuang ke sungai saja, tetapi sungainya banjir, ditaruh di pinggirnya saja, ternyata airnya meluap, sampirkan di pagar, pagarnya ambruk, taruhlah di atas ngebuk (bagian bangunan jembatan bagian atas yang berfungsi untuk melindungi pemakai jembatan supaya tidak jatuh ke sungai. Buk atau ngebuk berupa tembok memanjang, sekarang ujudnya banyak yang berupa railing/sandaran yang terbuat dari besi).

Kalau anak yang putus asa akan menyelesaikan lagu tersebut dengan e, pagere ambruk, e, merga tak tubruk!