Dul

Nama panggilan anak lelaki berusia empat belas tahun itu singkat saja, Dul. Tahun lalu, pas kenaikan kelas ia disunat. Memang demikian adat di kampung tempat Dul tinggal, anak lelaki disunat pada umur bangsa tiga belas atawa paling tua lima belas tahun.

Lihatlah, Dul masih memakai celana pendek. Sepulang sekolah, setelah membantu bapaknya ngarit rumput untuk kelima kambingnya, ia baru diperbolehkan bermain bersama kawan-kawannya.

Aneka permainan anak kampung Dul termasuk jago. Jemarinya sangat lincah ketika membidikkan kelereng ke dalam lingkaran permainan. Atawa ketika anak-anak bermain gobak sodor di bawah sinar bulan purnama, kaki-kaki Dul sangat gesit mengecoh lawan.

Aktifitas sehari-hari Dul tak jauh berbeda dengan kawan sekampungnya. Pagi hari bersama-sama berangkat ke sekolah melalui pematang sawah, bertelanjang kaki atawa jika pas memakai sepatu, maka sepatu itu ditentengnya hingga tiba di halaman sekolah. Dul sangat patuh kepada para gurunya. Kepandaiannya rata-rata saja, meskipun kadang masuk rangking sepuluh besar. Pulang sekolah ia langsung menuju rumah, makan siang dengan lauk dan sayur yang disediakan ibunya, lalu ngopeni kambing-kambingnya dengan mengembalakannya di tanah lapang ujung desa.

Di sela-sela angon ia mandi di sungai, pulang ke rumah menjelang senja. Lalu mengambil sarung dan pecinya, melangkahkan kakinya menuju langgarnya pak Modin untuk shalat maghrib dan ngaji bersama. Kadang dilanjutkan dengan belajar bersama kawan-kawannya. Ia juga sangat malu jika bergaul dengan anak gadis.

Pada suatu hari, ia pulang dengan dengkul yang lebam kebiruan. Jalannya terpincang. Gara-garanya ia terjatuh saat belajar naik sepeda. Untungnya, sepeda milik temannya itu tidak rusak. Ia tak kapok, esoknya belajar sepeda lagi. Dalam waktu empat hari, ia sudah lancar mengendarai sepeda, bahkan sepeda yang ukurannya lebih besar dari pada tubuhnya.

Kehidupan Dul damai nian. Tak ada televisi di rumahnya. Kalau pun ingin nonton tivi ia mesti berjalan lima kilometer ke arah kota kecamatan. Tivi masih hitam putih. Namun, belum tentu sebulan sekali Dul nonton tivi. Ia memilih menikmati indahnya suara jangkrik di malam hari atawa suara katak yang bersahutan kala habis hujan.

Dul yang diceritakan di atas, lulus SMP di tahun 1979.