Syahdan, Drupada muda dinobatkan menjadi Raja Pancala setelah ayahnya mangkat. Memang demikian adat yang berlaku pada sebuah negara yang berbentuk kerajaan. Kabar Drupada diangkat menjadi raja terdengar oleh Drona dan ia ikut senang atas pengangkatan sahabatnya itu menjadi seorang raja. Bukan sembarang senang, sebab berarti Drona juga akan menjadi raja.
Waktu Drona masih nyantrik di pesantren bapaknya, Drupada pernah berjanji kepada Drona jika kelak Drupada diangkat menjadi raja, separoh kerajaannya akan diberikan kepada Drona. Entah apa yang melatarbelakangi Drupada hingga mulutnya dengan sangat mudah mengumbar janji kepada Drona.
Dan kini saatnya Drona menagih janji.
Dada Drona membusung penuh optimis. Langkah-langkahnya mantap. Sepanjang perjalanan ke istana Pancala yang ia lakukan dengan berjalan kaki itu ia membayangkan sahabat lamanya itu pasti akan menyambutnya dengan penuh persabahatan, kemudian ia akan dilayani sebaik-baiknya di istana nan megah. Senyum merona tak lepas menghiasi wajah Drona.
Kini sampailah ia di depan gerbang istana. Prajurit penjaga menghentikan langkahnya.
“Mau ke mana engkau wahai pengemis papa? Tak layak orang sepertimu memasuki istana raja yang agung!” bentak seorang prajurit.
“Katakan pada rajamu, Drona sahabat Drupada di masa lalu ingin menemuinya!” Drona juga melontarkan gertak.
Prajurit surut dan melangkah masuk istana. Kesempatan itu dipergunakan oleh Drona menyelinap masuk istana. Segera saja ia memasuki ruang keluarga raja Pancala.
“Drupada, masih ingatkan engkau kepadaku? Aku datang ke sini untuk menagih janjimu di masa yang lalu. Aku Drona!” kata Drona memancarkan rona wajah bahagia. Ia melangkah mendekati Drupada dan ia memberikan pelukan hangat kepada sahabat lamanya itu.
Drupada menyeringitkan alisnya dan memundurkan badannya.
“Drona siapa ya? Seingatku aku tak pernah mempunyai sahabat bernama Drona. Tak mungkinlah raja sebesar aku mempunyai sahabat pengemis sepertimu. Prajurit…,” teriak Drupada memanggil prajurit.
“Tunggu Drupada. Aku ini Drona. Bukan pengemis tetapi seorang brahmana. Aku ke sini menagih janjimu yang akan memberikan setengah dari kerajaanmu nekjika kamu menjadi raja,” Drona mencoba membangkitkan ingatan Drupada.
“O, brahmana yang malang. Apakah kamu ini gila apa lupa ingatan? Apa mungkin seorang raja bersahabat dengan pengemis gembel sepertimu? Raja adalah kedudukan sangat terhormat, sedangkan pengemis hina dina. Lagi pula, mana ada seorang brahmana yang gila harta dan kekuasaan, dengan meminta jatah separoh kerajaanku. Begini saja, sebelum aku murka cepatlah angkat kaki dari istanaku daripada para prajuritku menyeretmu ke penjara!” kata Drupada dengan muka yang sinis, tidak suka dengan kehadiran Drona.
Tanpa diperintah oleh rajanya, dua orang prajurit menggelandang Drona keluar istana.
Drona sangat malu bercampur marah diperlakukan seperti itu. Sejak saat itu bara dendam bersemanyam di dadanya dan kelak ia akan membalastuntaskan dendam berkepanjangan kepada Drupada.