Dongeng kita ada nilai moralnya, nggak?

Rasanya, tak ada anak kecil yang belum pernah mendengar sebuah dongeng, entah itu dari orang tua atawa dari gurunya di sekolah. Sejak duduk di bangku TK, dongeng sudah diperkenalkan kepada anak-anak. Apakah manfaat dongeng bagi anak-anak? Dari beberapa artikel yang saya baca ada beberapa manfaat sebuah dongeng, yaitu bagi anak yang baru belajar bicara interaksi pendongeng dan anak akan dapat meningkatkan keterampilan bicara anak; mendengar dongeng dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak, dengan mendengarkan struktur suatu kalimat.

Selain itu dongeng juga dapat meningkatkan minat baca, mengembangkan keterampilan berpikir, merangsang imajinasi dan kreativitas, memperkenalkan ide-ide baru, meningkatkan keterampilan problem solving, mempererat ikatan emosi orangtua-anak dan memperkenalkan nilai-nilai moral.

Nah, hubungannya dengan nilai-nilai moral ini, beberapa dongeng yang pernah saya dengar benarkah ada nilai moralnya yang secara gamblang dapat ditangkap oleh seorang anak? Mari kita menganalisa beberapa dongeng di masa kecil dulu.

Dongeng paling banyak versinya adalah si Kancil. Kita ambil contoh dongeng Kancil Mencuri Ketimun. Meskipun Kancil binatang yang cerdik, akhirnya tertangkap juga oleh Pak Petani yang memasang perangkap “lem getah nangka”. Ketika tahu kalau ia akan disembelih dan dijadikan masakan yang sedap, ia menipu anjing untuk menggantikan kedudukannya yang akan dijadikan menantu oleh Pak Petani. Anjing pun terpedaya. Lain lagi ketika Kancil ditantang lomba lari oleh seekor siput. Dalam lomba ini Kancil kalah, karena diperdaya oleh siput yang mengerahkan teman-temannya yang kebetulan sama persis penampakannya. Dua dongeng tadi intinya hanya dengan kelicikan bisa mengalahkan pihak lain. Lalu, di mana nilai moral dongeng ini? Kalau dicari-cari pasti ada, hanya jika Anda berkesempatan mendongengkan kepada putra-putri Anda, perlu fikiran ekstra untuk menilai masing-masing karakter tokoh dongeng. Silakan cari dongeng si Kancil yang lain, hampir semua bernilai kelicikan dan memperdaya pihak lain.

Sekarang dongeng Sangkuriang – Dayang Sumbi. Siapa suami Dayang Sumbi? Namanya Tumang. Seekor anjing, bukan? Masak orang kawin sama anjing sih?  Ke mana-mana Sangkuriang ditemani oleh Tumang, yang tanpa ia ketahui adalah ayahnya sendiri. Suatu ketika ia membunuh Tumang untuk diambil jantungnya. Ia membohongi ibunya yang sangat menginginkan jantung kijang. Tapi Dayang Sumbi malah marah dan mengusir Sangkuriang. Setelah beberapa tahun, mereka bertemu. Sangkuriang menjadi seorang pemuda, sementara Dayang Sumbi ujudnya tetap muda dan hal itulah yang membuat Sangkuriang jatuh cinta. Lha, ketika tahu kalau Sangkuriang itu anak kandungnya, kenapa Dayang Sumbi tidak berterus terang saja? Kenapa malah mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat perahu dalam semalam?

Lagi-lagi unsur kecurangan dimasukkan dalam dongeng. Hari belum juga pagi, Dayang Sumbi merekayasa datangnya pagi, sehingga Sangkuriang gagal menyelesaikan perahunya dalam semalam. Lalu, di mana nilai moral dongeng ini? Kalau dicari-cari pasti ada, hanya jika Anda berkesempatan mendongengkan kepada putra-putri Anda, perlu fikiran ekstra untuk menilai masing-masing karakter tokoh dongeng.

Dongeng yang lain adalah Timun Mas. Dongeng ini mengenai sebuah amanah yang dilanggar. Alkisah, ada seorang perempuan tua yang ingin punya anak. Ia memohon kepada raksasa. Lha, memohon kok kepada raksasa, bukan kepada Yang Maha Kuasa ya? Eh, dikabulkan. Namun dengan satu syarat. Jika anak tersebut sudah besar, harus dikembalikan kepada si raksasa. Perempuan tua tersebut memelihara si anak hingga besar. Nama anak itu Timun Mas. Saatnya si raksasa menagih janji. Tapi perempuan itu ingkar dan menyuruh raksasa datang di lain waktu. Karena diingkari beberapa kali, raksasa marah. Perempuan tua menyuruh Timun Mas berlari tapi sebelumnya membekali Timun Mas berbagai macam senjata untuk melumpuhkan si raksasa. Lalu, di mana nilai moral dongeng ini? Kalau dicari-cari pasti ada, hanya jika Anda berkesempatan mendongengkan kepada putra-putri Anda, perlu fikiran ekstra untuk menilai masing-masing karakter tokoh dongeng.

Kini dongeng si anak kualat Malin Kundang. Di akhir dongeng tersebut diceritakan, ibu kandung Malin Kundang tersinggung karena tidak diaku sebagai ibu. Ia mengutuk Malin Kundang menjadi batu. Kalau si ibu mau sabar, seminggu atawa sebulan kemudian Malin Kundang akan menyadari kesalahannya. Tapi mengapa ibunya buru-buru mengutuknya? Lalu, di mana nilai moral dongeng ini? Kalau dicari-cari pasti ada, hanya jika Anda berkesempatan mendongengkan kepada putra-putri Anda, perlu fikiran ekstra untuk menilai masing-masing karakter tokoh dongeng.

Masih banyak dongeng yang perlu ‘dipetani’ satu-satu.

Kalau benar dongeng bermanfaat dalam memperkenalkan ide-ide baru dan meningkatkan keterampilan problem solving, apakah para pejabat, politisi dan mungkin juga diri kita mendapatkan ide dari karakter tokoh dongeng untuk memperdaya orang lain?