Doa pembebasan hutang

Dalam pengajian malam Jumat Wage semalam, Ustadz Saefudin membahas tentang doa untuk membebaskan diri dari hutang. Doa ini biasa dibaca pada pagi dan petang sebanyak tiga kali.

Kisahnya:

Ketika Kanjeng Nabi masuk masjid di luar waktu-waktu shalat fardhu, beliau dihampiri seorang sahabat Anshar bernama Abu Umamah.

Sahabat ini mengeluh kepada Kanjeng Nabi: “Kesusahan dan hutang-hutangku membelit diriku, wahai Rasulullah”.

Kanjeng Nabi pun bersabda: “Maukah aku ajarkan sebuah doa kepadamu, yang apabila engkau mengucapkannya, Allah menyingkirkan kesusahanmu dan membayar hutang-hutangmu.”

Abu Umamah menjawab: “Ya, wahai Rasulullah”

Kalimat-kalimat doanya seperti ini:

Allahumma inni a’udzu bika min al-hamm wa al-hazan wa a’udzu bika min al-‘ajz wa al-kasal wa a’udzu bika min al-jubn wa al-bukhl wa a’udzu bika min ghalabat al-dayn wa qahr al-rijal

“Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari kesusahan dan kesedihan, aku berlindung kepada Engkau dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada Engkau dari kepengecutan dan kekikiran, dan aku berlindung kepada Engkau dari himpitan hutang dan paksaan orang.”

Daya dan kekuatan itu hanyalah milik Allah semata. Dengan doa “pembebasan hutang” di atas, diharapkan terbentuk ketenangan batin. Segala macam kesedihan dan kekalutan pikiran lenyap sehingga orang yang mengamalkan doa itu menjadi tenang hidupnya. Ia bisa bekerja dengan tenang pula. Jalan hidup terasa lapang. Pintu rejeki terbuka lebar. Akhirnya, ia mampu membayar hutang-hutangnya.

“Ustadz, bagaimana adab orang yang menagih hutang? Saya sendiri termasuk orang yang tidak enakan hati. Akibatnya, piutang saya banyak yang tidak dibayarkan, ya sudah, saya ikhlaskan saja,” tanya seorang jamaah.

Ustadz Saefudin, tersenyum. Ia membacakan Al-Baqarah ayat 280 yang artinya:

Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai ia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

“Tapi banyak juga orang yang sebetulnya mampu membayar hutang, tetapi ia lebih suka menundanya. Kalau orang seperti ini bagaimana, Ustadz?” ujar jamaah yang lain.

“Di dalam hadist Bukhari Kanjeng Nabi bersabda bahwa penundaan utang dari orang yang mampu melunasi adalah kedzaliman,” jawab Ustadz Saefudin.

Perkara hutang-piutang, semoga kita tidak termasuk orang-orang yang dzalim.