Dan Pandawa pun menjadi yatim

Resi Bhisma bangga betul kepada keponakannya yang diangkatnya menjadi Raja Hastinapura saat itu, Pandu Dewanata. Ia adalah keturunan Bharata yang mempunyai sifat rendah hati dan tidak sombong. Semua orang mengakui keluhuran budi pekertinya.

Pandu mempunyai istri yang bernama Kunti, putri Raja Kuntiboja. Sesuai adat di zaman itu, Bhisma minta kepada Pandu untuk mengawini juga Madrim sebagai istri keduanya. Madrim bukan orang sembarangan, sebab ia anak seorang raja.

Sudah menjadi protokoler kerajaan, setiap akhir bulan raja dijadualkan berburu ke dalam hutan. Hari itu, Pandu bersama rombongan kecilnya berangkat ke hutan untuk berburu. Nasib baik menghampiri Pandu, sebab belum lama ia memasuki wilayah hutan ia melihat sepasang rusa sedang merumput. Setelah kenyang, sepasang rusa tersebut melampiaskan hasrat birahi mereka.

Pandu segera memasang busurnya dan melesatkan anak panah ke arah rusa jantan. Tepat mengenai jantungnya. Rusa jantan terjungkal sebelum menuntaskan birahinya. Dengan mata mendelik dan tarikan nafas satu-satu, rusa jantan berbicara kepada Pandu.

“Wahai, kau manusia terkutuk. Suatu ketika kau akan menemui ajal ketika melakukan olah asmara dengan istri-istrimu. Itulah kutukan bagimu!”

Pandu gemetar mendengar kutukan mengerikan itu. Ia semakin terkejut ketika rusa jantan itu menjelma menjadi seorang resi. Rusa betina yang tak lain istri dari resi tersebut berlari masuk hutan dengan berurai air mata. Menyaksikan itu semua, Pandu sangat sedih. Ia bersimpuh di dekat tubuh resi yang telah terbujur kaku.

Sebuah kutukan yang sangat mengerikan.

Sekembalinya ke istana, Pandu menceritakan semua peristiwa di hutan kepada Bhisma. Pandu memutuskan ingin menjalani tapa brata di hutan bersama Kunti dan Madrim. Tampuk kekuasaan sementara ia serahkan kepada adiknya, Widura dengan bimbingan Resi Bhisma.

***

Kunti dan Madrim mendampingi Pandu dengan sangat setia. Mereka tahu betul kesedihan yang dirasakan Pandu. Bagaimana mungkin seorang raja besar seperti Pandu jika tanpa keturunan? Kunti pun menceritakan sebuah rahasia kalau ia mempunyai sebuah mantra sakti yang diajarkan Resi Durwasa kepadanya.

Mantra untuk memanggil dewa. Tak sekedar memanggil, tetapi dewa tersebut akan membuahi rahimnya dan nanti lahirlah jabang bayi. Demi mendapatan keturunan yang akan menjadi pewaris tahta Hastinapura, maka Pandu mendesak para istrinya menggunakan mantra sakti ajaran Resi Durwasa.

Kunti pun mengajari Madrim mantra sakti tersebut.

Arkian, kelima Pandawa lahir di tengah hutan. Dari rahim Kunti lahir Samiaji, Werkudara, Janaka dan si kembar Pinten dan Tangsen lahir dari rahim Madrim. Pandu dan kedua istrinya membesarkan putra-putranya di tengah hutan bersama para pertapa selama bertahun-tahun. Tak heran jika mereka mempunyai sifat-sifat dasar seperti seorang pertapa.

Pada suatu hari yang indah, saat itu bunga-bunga bermekaran membuat suasana hutan bergembira. Kunti dan Pandawa bermain di savana nan luas. Sementara itu, Pandu dan Madrim tidak ikut serta. Mereka sejenak melupakan kesedihan yang menimpa mereka selama ini.

Alam sekitar hutan betul-betul bergairah, termasuk para binatang penghuni hutan. Terjadilah musim reproduksi. Kumbang dan kupu-kupu mengawinkan putik dan benangsari, binatang jantan dan betina bercumbu lalu mengakhirinya dengan letupan birahi.

Perasaan seperti itu dirasakan juga oleh Pandu. Ia tak kuasa menahan gejolak hatinya untuk melakukan olah asmara dengan Madrim. Maka terjadilah apa yang seharusnya terjadi.

Pandu meregang nyawa di puncak gairah. Kutukan itu betul-betul menjadi nyata kini.

Madrim merasa bersalah karena tak kuasa mencegah hasrat Pandu kepadanya. Maka, ketika dilakukan pembakaran jenazah Pandu, Madrim melakukan pati geni. Ikut terbakar bersama jasad suaminya. Sebelumnya, ia menitipkan Pinten dan Tangsen kepada Kunti.

Sejak saat itu, sebagai single parent Kunti membesarkan kelima anak lelakinya.