Sengkuni tidak tenang dalam tidurnya. Siang hari sebelumnya ia dimarahi oleh Prabu Destarastra Raja Hastinapura. Ya, gara-garanya sangat sepele, Sengkuni memberikan laporan yang salah atas nasib Bima a.k.a Werkudara, putra kedua Pandawa itu. Bima dilaporkan sudah tewas tenggelam di sungai Gangga, tetapi sesungguhnya Bima masih segar bugar.
Akal licik Sengkuni berputar-putar di otaknya. Api kebencian kepada Bima semakin menyala-nyala dan membakar hati Sengkuni. Sungguh, ini gagasan yang sangat radikal, Sengkuni ingin benar-benar membakar tubuh Bima. Kalau perlu tidak hanya Bima saja, tetapi juga Kunti dan kelima Pandawa. Sengkuni tidak mau melanjutkan tidurnya. Rencana radikal itu harus dimatangkan malam itu juga. Maka, ia segera memanggil Ir. Purucona, MSc – arsitek terbaik di Hastinapura.
“Purucona, untuk rencana besar ini sepenuhnya aku percayakan kepadamu!” kata Sengkuni dengan mengepalkan telapak tangannya.
“Tolong Paduka jelaskan rencana besar itu, saya belum paham,” jawab Purucona yang memang belum memahami keinginan Sengkuni. read more