The Loreng: Army Look

Dalam dunia fesyen, jenis dan corak busana bermotif militer (army look) selalu saja terasa up to date. Motif yang paling terkenal adalah loreng. Asal-usul motif loreng ini sepertinya tidak terlepas dari upaya kamuflase dalam suatu peperangan. Loreng digunakan oleh tentara, baik untuk pakaian dinas lapangan maupun seragam kebanggaan Korps. Dilihat dari fungsi dan kegunaanya, loreng dapat melindungi pemakainya dari kecurigaan musuh. Bahkan untuk jenis tertentu, pakaian loreng dapat melindungi pemakainya dari duri atau perdu liar ketika mengintai musuh.

Bisa jadi karena modelnya unik inilah, dunia fesyen mengadopsinya disesuaikan dengan permintaan pasar. Penikmat fesyen model army look ini, dari semua kalangan dan lintas gender. Model loreng semacam itu, bisa dipakai untuk santai, jalan-jalan, atau ronda malam.

Secara fisik, orang sering terkecoh dengan penampilan saya. Model rambut saya yang selalu cepak ditunjang tinggi badan 170 cm, orang mengira saya ini seorang prajurit, bahkan ada yang menduga kalau pangkat saya Kapten!

Kemarin, saya menerima kiriman paket tali asih dari Pakde Cholik berupa sebuah buku (saya termasuk 10 top commentator BlogCamp 2009) yang terbungkus oleh kaos loreng. read more

Satrio Kelara-lara

Lelaki yang duduk di depan saya ini berwajah sangat kuyu, kelihatan lebih tua sepuluh tahun padahal umurnya sebaya dengan saya. Semalam, dia datang ke rumah pinjam uang untuk membelikan buku untuk anaknya.

Satu setengah tahun lalu, dia masih gagah perkasa. Energik. Sebagai general manager di sebuah perusahaan PMA, penghasilannya bisa untuk hidup di atas rata-rata dibanding tetangga kiri kanannya. Kini, dia tengah menjalani hidup sebagai Satrio Kelara-lara.

Ini bermula ketika terjadi euphoria per-caleg-an. Saya tidak tahu persis proses masuknya dia ke dunia partai politik. Hanya saya mendengar kalau teman yang satu ini mendaftar sebagai caleg, bahkan untuk mendapatkan nomor urut 1 dia harus merelakan mobilnya. Hukum alam pun berlaku : ada gula ada semut. Banyak orang yang menawarkan diri sebagai tim suksesnya.Tiada hari tanpa penggalangan massa, dan itu membutuhkan banyak biaya. read more

Satu Blog Seribu Hikmah

Nostalgia dulu. Saya bersentuhan dengan dunia tulis-menulis dimulai sejak SMA dulu. Tulisan karya saya pertama kali dimuat di Majalah Media Pelajar (biasa disebut dengan MOP) terbitan Semarang. Senangnya bukan main. Selain dapat honor, saya juga mendapatkan banyak Sapen (sahabat pena). Keaktifan menulis memuncak saat jadi mahasiswa, beberapa media lokal terbitan Semarang dan Yogyakarta memuat tulisan sederhana saya. Kalau untuk media nasional semacam Kompas atau Tempo, tulisan saya cuma mampu nangkring di rubrik Surat Pembaca. Kurang lebih ada sepuluh tulisan saya yang dimuat di Surat Pembaca Majalah Tempo. Senangnya bukan main.

Ketika jadi pengurus SEMA dulu, saya pegang penerbitan fakultas dan penerbitan dakwah fakultas selama dua tahun. Saat itu masih menggunakan mesin ketik manual, dan di akhir masa tugas saya baru mengenal program WS4. Bangganya bukan main ketika melihat teman-teman antusias membaca media karya saya dan kawan-kawan di bagian penerbitan. read more