Senjakalaning The Padeblogan

Bukan kehabisan ide untuk ditulis, karena masih ada ratusan draft yang siap dirilis, bukan masalah jaringan internet yang jalannya lelet, bukan pula kehabisan bandwidth karena punya saya unlimited. Ini soal semangat yang entah mengapa tiba-tiba melambat dan akhirnya ngadat.
[Ki Guru Marsudiyanto dalam Saya Baik-baik Saja]

Menutup tahun 2013 saya mencoba membuka lembaran-lembaran The Padeblogan. Dalam tiga tahun terakhir, semakin merosot saja saya menyajikan artikel di blog ini. Pada tahun 2011 jumlah artikel ada 338, tahun 2012 turun menjadi 288 artikel dan tahun 2013 makin turun lagi menjadi 233 artikel. Jumlah artikel terpublikasi selama saya ngeblog mulai Oktober 2008 sebanyak 1.287 artikel, dengan status draft (setengah matang) sebanyak 35 artikel.

Nekjika melihat tren jumlah artikel tiga tahun terakhir itu, saya nggak yakin pada tahun 2014 nanti saya mampu menyajikan artikel sebanyak tahun ini. Jangan-jangan, tahun depan The Padeblogan akan menjadi marhum. Dan jika ada pujangga yang bersimpati kepada The Padeblogan jangan-jangan menciptakan candra sengkala untuk mengenang senjakalaning The Padeblogan dengan Lir Kenya Sirna Netra. read more

Tanpamu apa jadinya aku

Bocah laki-laki itu malu-malu memasuki ruang kelas. Sekolah Taman Kanak-kanak Siwi Peni, namanya. Bangunannya sederhana, dari gedek – anyaman bambu. O, bukan bangunan sekolahan yang berdiri sendiri namun salah satu ruang di rumah Eyang Sinder yang dijadikan ruang kelas. Bu Kadaryati – anak perempuan Eyang Sinder, yang menjadi guru TK Siwi Peni tersebut.

Jarak rumah bocah laki-laki itu ke TK Siwi Peni hanya sepelemparan sendal belaka. Sebetulnya keberadaan TK Siwi Peni tak asing baginya, sebab saban hari ia bermain di sana meskipun belum menjadi murid TK tersebut. Namun, hari itu sebagai hari pertamanya masuk sekolah. Makanya malu-malu.

Bu Kadaryati – ia disapa dengan sebutan Bu Yati saja, memanggil bocah laki-laki itu segera memasuki kelas dan duduk di kursinya. Ada sekitar lima belas atawa paling banyak dua puluh anak menjadi murid TK Siwi Peni. Semuanya berasal dari kampung yang sama. Mereka tak berseragam dan hanya satu-dua anak yang bersepatu, sedang lainnya bertelanjang kaki termasuk bocah laki-laki itu. read more