Menziarahi Pekuburan Blog

Pintu gerbang pekuburan di atas bukit sudah terlihat. Di atasnya ada papan tertulis “The Sirnaraga Memorial Park”. Seorang bapak dan anak perempuannya turun dari motor yang dikendarainya, lalu pelan-pelan mereka melangkah memasuki area pekuburan yang sunyi itu.

“Lekum, ya blog-marhum dan marhumah. Semoga ketenangan dan kedamaian selalu menyertaimu,” kata si bapak, berhenti sejenak lalu menggandeng tangan putrinya menapaki jalan selebar satu meter yang di kanan-kirinya bermekaran bunga kamboja.

“Nak, kita awali ziarah kita di kluster paling depan ini. Lihatlah nisan-nisan ini. Apa pendapatmu putriku?” read more

Tentang Banowati

Sudah satu setengah bulanan saya ndak menampilkan cerita wayang. Selama waktu itu saya tengah mengunyah sebuah umpan-balik dari salah satu pembaca buku Srikandi Ngedan dan Giliran Petruk Jadi Presiden.

Syahdan, kedua buku tersebut sengaja saya berikan kepada seorang kawan yang sangat senang dengan kisah pewayangan atau kisah yang berlatar budaya Jawa. Ia sendiri penggemar SH Mintardja sejak mudanya. Tak heran kalau ia memberikan nama anak lelakinya dengan nama muda Panembahan Senapati.

Sebetulnya ia sudah berusaha memperkenalkan kisah pewayangan kepada anak lelakinya itu – bahkan sering diajak nonton pagelaran wayang semalam suntuk, tetapi minat terhadap wayang tak begitu menggembirakan hati kawan saya itu. Anaknya bilang kalau sulit mencerna cerita wayang. Maka, ketika ia mendapatkan dua buku Wayang Slenco dari saya, ia tawarkan kepada anaknya untuk dibaca.

Waktu kawan saya bercerita kalau Srikandi dan Petruk dibaca anaknya, saya agak was-was. Maklum, Srikandi dan Petruk kan bacaan orang dewasa. Kawan saya menjamin tak apa-apa, toh anaknya itu sudah hampir lulus SMA.

***

Saya sungguh senang mendengar berita dari kawan saya itu kalau anak lelakinya sangat menyukai cerita wayang versi Srikandi dan Petruk. Sebetulnya, umpan-balik semacam ini sudah sering saya dengar atau baca dari email yang masuk. Survei kecil-kecilan saya, banyak pembaca Srikandi dan Petruk yang kini pada demen banget dengan kisah Mahabharata yang tayang di ANTV saban malamnya. read more

Papringan belakang rumah

Membaca artikel Nostalgia Papringan-nya mBak Prih, mau ndak mau kenangan di masa kecil dulu muncul di benak ini. Saya ingin ikut bernostalgia pada sebuah papringan yang berada di belakang rumah.

Rumpun bambu yang saya maksud itu bukan merupakan properti keluarga saya, tetapi milik Pakde Wiryo. Papringan jadi pertanda pembatas tanah, tumbuh di pinggir kalen/sungai kecil. Di bawah papringan tersebut menjadi tempat favorit anak-anak untuk beraktivitas dolanan: benthik, kelereng, sarsur kulonan, pasaran, dan sebagainya. Tempatnya sangat sejuk.

Saya ingat, di salah satu sudut ada kuburan kecil, tempat bersemayamnya janin mBokde Wiryo yang lahir miskram. Setiap malam jumat selalu ada kembang setaman yang ditaburkan di atasnya. Kami yang bermain di sana pada waktu siang hari  tak ada rasa takut, tetapi kalau hari sudah malam tak satupun dari kami berani sendirian melewati papringan tersebut.

Waktu kecil kami sangat akrab dengan papringan itu. read more