Sebagai keluarga yang bermahzab Islam abangan – baca: belum menjalankan ajaran Islam secara kaffah, ibu selalu menasihatkan kepadaku untuk berbuat baik. Konsep pahala dan dosa atawa surga dan neraka, tak pernah sekalipun disinggungnya. Hanya: boleh dan tidak boleh. Boleh berarti melakukan perbuatan baik, tidak boleh berarti melakukan suatu perbuatan yang merugikan orang lain. Sangat lugas.
Bagaimana tidak disebut Islam abangan? Menjalankan syariat Islam saja masih pilih-pilih, belum dilaksanakan dengan totalitas. Contoh sederhananya seperti shalat belum bisa tepat waktu, menjalankan puasa masih terbatas puasa wajib, baca Quran belum tentu seminggu sekali, dan masih banyak lagi. Masih jauh dari sunah Kanjeng Nabi.
Satu hal lagi yang dinasihatkan ibu adalah jujur. Tak sepenuhnya aku bisa melaksanakan nasihat yang satu ini, karena sadar atawa tidak aku sering tidak jujur kepadanya. Tapi itulah ibu, pasti ia tahu kalau anaknya tidak jujur ketika ia mengajukan suatu pertanyaan dan aku jawab. Mungkin ia membaca dari raut muka atawa sinar mataku. Sebetulnya, semua itu aku lakukan untuk tidak membuatnya sedih. Misalnya saat aku kuliah dulu. Ibu mengirimkan uang bulanan yang jumlahnya tak seberapa itu, lalu ia bertanya apakah uang yang ia kirimkan cukup untuk sebulan? Tentu saja aku jawab cukup. read more