Menyapa Rasulullah SAW

Ada keistimewaan lain di dalam Masjid Nabawi yaitu makam Rasulullah SAW dan kedua sahabat beliau, Abu Bakar ra dan Umar ra. Dan tentu saja Ar-Raudhah asy-Syarif, yaitu ruangan yang terletak antara rumah Nabi SAW (kamar Aisyah) dan mimbar masjid. Dinamakan Raudhah karena terdapat dalam Hadist riwayat al-Bukhari : “Ruangan yang terdapat antara rumahku dan mimbarku adalah salah satu taman surga”. Di tempat ini selalu ramai dengan jamaah, meskipun di bagian masjid yang lain masih sepi. Semua orang ingin shalat di tempat ini. Dua kali saya berkunjung ke tempat ini.

Di depan makam Rasulullah, saya menyapanya dengan sopan dan lirih sesuai tuntunan yang saya pelajari : “Semoga salam sejahtera, rahmat Allah dan berkah-Nya terlimpah kepadamu wahai Nabi (Muhammad)”. read more

Selendang Wangi Kesturi

Di dalam Masjid Nabawi. Kakek di sebelah saya penampilannya sangat bersahaja, (maaf) agak kumal. Saya lihat dari raut mukanya, sepertinya dia berasal dari Bangladesh. Ketika saya masuk masjid, dia sudah ada lebih dulu, duduk sambil memutar tasbih dengan tangan kirinya. Ketika selendangnya merosot, baru terlihat oleh saya kalau tangan kakek ini tinggal yang kiri saja. Sepertinya kakek ini tahu kalau saya perhatikan, mata kami saling menatap, dan entah siapa yang memulai kami saling tersenyum. Saya persilakan dia agar agak sedikit menggeser mendekati duduk saya, karena ada jamaah lain yang berdiri di sebelah kanannya akan melaksanakan shalat sunah. Kami sibuk dengan dzikir masing-masing. read more

Sampai di rumah dengan selamat

Jam tiga tiga puluh dini hari, ketika bus yang membawa rombongan keluar tol Karawang Barat, saya mendapatkan kabar supaya bus berjalan lambat-lambat sambil menunggu polisi yang sedang mengatur lalu lintas di sekitar Wisma Haji Karawang. Warga penjemput telah berjubel sejak magrib sehingga menutupi jalur bus masuk halaman Wisma Haji. 

Dan benar saja, satu kilometer menjelang Wisma Haji sudah banyak penjemput yang melambai-lambaikan tangan kepada kami. Saya lihat banyak yang membawa truk atawa bus ¾. Mobil tidak terhitung banyaknya. Karena pada parkir sembarangan seperti itu, pasti telah membuat macet.

Berjubelnya orang di Wisma Haji mengingatkan saya suasana tawaf. Susah untuk keluar dari tempat itu ke parkiran mobil penjemput. Kalau satu jamaah haji paling tidak dijemput sepuluh orang, berarti dini hari itu ada sekitar 4.500 orang pejemput. Tetapi kalau melihat tradisi masyarakat Karawang dalam mengantar dan menjemput jamaah haji bisa jadi angka 4.500 tersebut baru separohnya.

Lalu, berapa orang yang menjemput saya? Dua kali lipat dari apa yang saya perkirakan. Dari awal, saya rencanakan hanya seorang penjemput saja, ternyata saat itu teman saya membawa seorang teman, sehingga saya dijemput dua orang teman ha..ha…ha..

Saya dan dua teman saya masing-masing membawa satu koper, dimasukkan ke mobil dan saya pun pulang melalui jalan-jalan sepi menghindari titik-titik kerumunan penjemput. Jam setengah 4 saya sudah sampai di rumah, disambut bapak dan ibu saya yang selama 40 hari ini menunggui rumah dan merawat anak-anak saya.

Sementara itu di kamar anak-anak saya masih terlelap dalam tidurnya.