Bidadari Depresi

Orang bijak pernah mengatakan jangan menilai buku dari sampulnya, ungkapan ini untuk mengibaratkan kalau menilai seseorang jangan dari luarnya, harus mengenal bagian dalamnya: sifat dan wataknya. Tapi bagaimana kalau buku itu dari judulnya saja tidak menarik, covernya biasa-biasa saja dan dibungkus plastik lagi, untuk sekedar mengintip daftar isinya saja susahnya bukan main. Sementara komentar dari orang-orang terkenal, katanya buku itu sangat bagus isinya. Apa iya langsung percaya saja kata orang-orang itu, lalu kita membeli bukunya?

Untuk mengenal orang lain lebih dalam, mau tidak mau kita harus bergaul dan berkomunikasi dengannya. Jangan percaya pada kesan pertama yang bisa positif atau negatif, tetapi begitu mengenal lebih dekat ternyata ia merupakan teman yang sangat menyenangkan atau bahkan menyebalkan. read more

India #10: Serious Men

Title: Serious Men • Directed by Sudhir Mishra • Written by Bhavesh Mandalia, Abhijeet Khuman, Niren Bhatt, Nikhil Nair • Based on Serious Men by Manu Joseph • Starring: Nawazuddin Siddiqui, Indira Tiwari, Nassar, Aakshath Das, Sanjay Narvekar • Release: Oct 2020

Dalam mendapatkan fasilitas pendidikan di RI ini, saya termasuk orang yang bejo. Saya dilahirkan dari keluarga dari kalangan biasa-biasa saja (yang secara diam-diam masyarakat membuat kelas/strata di lingkungannya). Waktu di level pendidikan dasar, sekolah saya tak jauh dari rumah, yakni SD Negeri 1 – yang saat itu biasa disebut “SD Center”, sebuah SD terbaik yang sering bersaing dengan SD Negeri 3 di Kota Kelahiran.

Era 80-an, untuk masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi diseleksi dengan ujian tertulis. Lulus SD Negeri 1, saya berhasil masuk SMP Negeri 1 – masih menjadi SMP terbaik di Kota Kelahiran yang sering  bersaing dengan SMP Negeri 2. Ketika di level SMA pun, saya masuk menjadi salah satu murid di SMA Negeri 1 – dan tentu saja menjadi SMA terbaik di Kota Kelahiran, tanpa ada saingan. Kuliah pun saya berhasil masuk di salah satu Universitas terbaik di Indonesia. read more

Menjemput rejeki

Saban pagi dan petang hari aku punya waktu bersama anak perempuanku, setidaknya satu jam di masing-masing kesempatan, saat berangkat dan pulang bekerja. Lokasi tempat kerjanya tiga blok lebih jauh dari tempatku bekerja, sehingga aku mesti mengantarnya terlebih dulu, baru aku balik arah menuju tempat kerjaku.

Karena tempat kami bekerja merupakan kompleks kawasan industri, kami berangkat kerja serentak dengan karyawan lain. Ada ribuan motor dan ratusan mobil bergerak ke arah yang sama. Sebagian di antara kami dan mereka, tengah mencari atau bahkan menjemput rejekinya masing-masing.

“Kalau kita ini sedang mencari atau menjemput rejeki sih, pak?” tanya anak perempuanku suatu ketika.

“Ilustrasinya akan bapak ambil dari penggalan kisah di novel The Kite Runner karya Khaled Hossaeini. Kamu pernah membacanya, bukan?” aku bertanya balik.

Ia mengiyakan. “Persahabatan antara Amir dan Hassan, dua bocah yang berasal dari Afganistan”. read more