Mudik#1: sudah melupakan perselisihan

Pagelaran drama kolosal anak negeri yang melibatkan pemain jutaan orang itu berjudul mudik lebaran. Pertunjukan tersebut diselenggarakan saban tahun, menampilkan banyak sekali pemeran utama, pemeran pembantu, pemeran pendukung, kaum penggembira atawa tim hore, tetapi tanpa adanya sutradara. Pagelaran berjalan begitu saja apa adanya, karena skenario utama drama tersebut adalah para pemain harus bergerak menuju kampung halamannya masing-masing.

Hari ini diprediksi menjadi puncak arus mudik, pasalnya titik-titik kemacetan pada jalur mudik betul-betul sudah parah macetnya. Toh, mudik adalah kisah yang membahagiakan sehingga jalan macet parah pun bukan sebagai beban perjalanan mudik.

Terusannya ada di sini

Rakyat Indonesia telah berbicara secara jelas

Setengah jam setelah KPU mengumumkan Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019 terpilih, saluran TV langganan saya menyajikan Breaking News. Bukan sembarang berita yang akan disiarkan yakni pidato pengakuan kekalahan Prabowo Subianto.

Hhmm.. sebuah berita yang menarik tentu saja, sebab sore sebelumnya Prabowo Subianto mendeklarasikan diri “menarik diri dari proses Pilpres 2014”. Mata saya memelototi layar kaca untuk mencermati apa yang terjadi.

Pembawa acara TV melaporkan kalau ia sedang berada di Rumah Polonia untuk meliput langsung pidato pengakuan kekalahan Prabowo Subianto. Kamera menyorot sisi panggung sebelah kiri. Dari sana Prabowo Subianto muncul dengan membawa secarik kertas. Ketika pendukungnya berseru: hhuuuu…!!! saya melihat gerakan tangan Prabowo Subianto menenangkan para pendukungnya.

Ia tampak tegar berdiri di podium. Kepalanya meneleng ke arah kanan mengingatkan saya pada wajah Bung Karno. Ya, peci hitam belakangan ini tak lepas dari kepala veteran militer itu. Gagah sekali. Ia membetulkan letak mikropon. Kamera menyorot penuh ke wajah Prabowo Subianto.

Setelah mengucapkan berbagai salam, ia berkata dengan kalimat tertata rapi tanpa menimbulkan aneka persepsi: read more

Joyeux Anniversaire

Waktu dhuha berlalu sudah. Aktivitas warga Kampung Pakis Kidul di hari minggu menggeliat lambat. Berbeda dengan Suwandi yang selepas subuhan tadi sudah berangkat ke tempat kerjanya. Ia bekerja pada sebuah Dept. Store di bilangan Malioboro Jogjakarta. Hari minggu seperti ini justru saatnya panen pengunjung, sehingga semua karyawan diberdayakan untuk menyambut para pelanggan.

Rahmini duduk dheleg-dheleg di kursi tamu sendirian. TV menyala tiada ia hiraukan. Sesekali ia lihat layar Nokia bututnya, siapa tahu ada SMS masuk dari Suwandi, suami yang baru beberapa bulan menikahi dirinya.

Ia pantas gelisah. Hari ini ia berulang tahun, hingga sampai sesiang ini Suwandi belum memberikan ucapan selamat kepadanya. Apa mas Wandi lupa? Rahmini bereka-wicara. read more