Dedalane guna lawan sekti

Tembang Mijil sangat akrab di telingaku. Sejak aku kecil, ibu selalu mendendangkan tembang tersebut meski lafal itu tak jawa-jawa amat. Konon waktu itu ibu baru tinggal di tlatah Kesultanan Ngayogyakarta sekitar tiga tahunan. Tetapi karena Tembang Mijil menjadi kelangenan ibu, ia hafal di luar kepala, baik lirik maupun artinya.

dedalane guna lawan sekti / kudu andhap asor / wani ngalah luhur wekasane / tumungkula yen dipun dukani / bapang den simpangi /
ana catur mungkur

jalan menuju kekuatan dan kesaktian / adalah sikap rendah hati / mau mengalah, pada akhirnya dimuliakan / tunduklah bila dimarahi / singkirilah angkara murka / menjauhlah dari pembicaraan (yang) tak bermutu

Tembang itulah yang aku dengar ketika aku memasuki sebuah Padepokan yang terletak di lereng Merapi. Seorang lelaki tua tengah mendendangkan tembang tersebut sambil menyaksikan tingkah-polah sepasang burung yang tengah menyulam sarang mereka. Berdasarkan referensi yang aku dapatkan dari teman-teman ibuku, aku harus menemui lelaki tua itu. read more

Bujang menerima tantangan kawin

Namanya Bujang. Penampilannya selalu rapi jali. Jika tidak sedang berbatik, baju yang dikenakan selalu dimasukkan ke dalam celana. Ia juga anti celana jins. Sepatunya selalu kinclong yang ujungnya bermodel mirip sepatu Aladin, melengkung ke atas.

Parasnya imut dan cakep. Putih bersih. Jangan ditanya perkara beribadah. Ia rajin shalat (wajib dan sunnah) begitu pun untuk urusan puasa: Senin-Kamis jarang ditinggalkan. Lempeng betul jalan hidupnya. Seolah berprinsip kalau arah hidup itu ya ke surga belaka!

Karena di tempatnya bekerja terdiri dari banyak karakter manusia, tak selamanya Bujang dapat mempertahankan prinsip yang ia pegang erat-erat dari kampungnya dulu. Arkian setelah bekerja 3 tahun, ia mulai terpengaruh oleh tingkah-laku teman sejawatnya yang berpendapat kalau ada cabang surga di dunia ini. read more

Hanya memberi tak harap kembali

Stasiun Cikampek, 02 Mei 2015

Perjalanan ke arah Stasiun Cikampek kemarin mengingatkan saya akan kejadian seminggu sebelumnya seperti yang saya tuliskan dalam artikel Kalau ngantuk jangan nyetir. Tujuan saya ke Stasiun Cikampek mengantar mBah Uti-nya anak-anak yang akan pulang ke Solo, setelah seminggu berada di Karawang.

Bukan trauma, waktu luang sabtu pagi saya manfaatkan untuk tidur. Selain ngantuk karena habis bantu-bantu tetangga yang punya hajat, juga untuk menjaga tubuh segar saat nyetir nanti. Maklum, sudah usia sepuh gini kudu banyak istirahat. Berkegiatan dengan tenaga agak lebih saja membuat badan saya cepat capek. read more