Tembang Mijil sangat akrab di telingaku. Sejak aku kecil, ibu selalu mendendangkan tembang tersebut meski lafal itu tak jawa-jawa amat. Konon waktu itu ibu baru tinggal di tlatah Kesultanan Ngayogyakarta sekitar tiga tahunan. Tetapi karena Tembang Mijil menjadi kelangenan ibu, ia hafal di luar kepala, baik lirik maupun artinya.
dedalane guna lawan sekti / kudu andhap asor / wani ngalah luhur wekasane / tumungkula yen dipun dukani / bapang den simpangi /
ana catur mungkur
jalan menuju kekuatan dan kesaktian / adalah sikap rendah hati / mau mengalah, pada akhirnya dimuliakan / tunduklah bila dimarahi / singkirilah angkara murka / menjauhlah dari pembicaraan (yang) tak bermutu
Tembang itulah yang aku dengar ketika aku memasuki sebuah Padepokan yang terletak di lereng Merapi. Seorang lelaki tua tengah mendendangkan tembang tersebut sambil menyaksikan tingkah-polah sepasang burung yang tengah menyulam sarang mereka. Berdasarkan referensi yang aku dapatkan dari teman-teman ibuku, aku harus menemui lelaki tua itu. read more