Kabotan Jeneng

Dalam tradisi Jawa, pemberian nama pada seorang anak merupakan suatu ritual yang dilakukan pada hari kelima setelah kelahiran, yang biasa disebut sepasaran bayi. Tetangga dan kerabat akan datang sebagai saksi pemberian nama bagi si bayi. Semakin modern suatu peradaban, akan mempengaruhi orang tua dalam memberikan nama bagi anaknya. Misalnya, jika orang tuanya mengidolakan John Cusack bisa saja dia akan memberikan nama kepada anaknya Slamet Cusaktiono atau Jono Kusakmono. Perkara nama-nama orang Jawa pernah saya tuliskan di sini. read more

Dulu dan Kini

Tantular

Dulu sekali:
Mpu Tantular  hidup pada zaman pemerintahan raja Hayam Wuruk. Nama Tantular terdiri dari dua kata: tan (tidak) dan tular (terpengaruhi), yang berarti ia orang yang teguh. Tantular adalah seorang penganut Buddha, namun ia terbuka terhadap agama lainnya, terutama agama Hindu-Syiwa. Pandangan dan sikapnya tersebut,  terlihat pada dua kakawin atau syairnya yang ternama yaitu Kakawin Arjunawijaya dan Kakawin Sutasoma. Bahkan salah satu bait dari Kakawin Sutasoma ini diambil menjadi semboyan Republik Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika

Masa kini:
Robert Tantular adalah mantan pemilik sebagian saham PT Bank Century Tbk yang menjadi terpidana dalam kasus Bank Century. Dalam beberapa bulan terakhir namanya sering menghiasi tajuk-tajuk berita, baik di media cetak maupun elektronik. read more

Senonoh dan Seronok

Jarang atau setidaknya belum pernah saya temui kata ‘senonoh’ dalam suatu kalimat tanpa ditambah dengan kata ‘tidak’ di depannya, atau lengkapnya menjadi ‘tidak senonoh’.

Perhatikan contoh kalimat berikut :

Agus dihukum berlari keliling lapangan karena melakukan perbuatan tidak senonoh di sekolah.

Dalam kalimat di atas, tidak senonoh berarti tidak baik atau tercela. Kebalikan tidak senonoh, tentu saja senonoh, bukan? Lalu, bagaimana dengan kalimat di bawah ini : read more