Buku kedua saya berjudul Srikandi Ngedan

Persentuhan saya dengan dunia wayang dikenalkan oleh orang tua saya. Hanya sekedar senang saja menonton pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Setidaknya, saya pernah beberapa kali menyaksikan aksi dalang terkenal Ki Anom Suroto atawa Ki Manteb Sudarsono memainkan wayang kulit. Saya ingat betul bagaimana ibu saya akan membangunkan saya ketika adegan goro-goro dimulai, sebab pada adegan ini banyak hal lucu yang terjadi dalam dialog para Punakawan yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Esensi cerita wayang sendiri baru saya pahami ketika saya berada di bangku SMA.

Siaran RRI Surakarta menjadi favorit Bapak saya terutama pada saat menyiarkan pagelaran wayang, entah itu wayang kulit atawa wayang orang Sriwedari. Dan mau tidak mau, saat itu radio menjadi hiburan satu-satunya di keluarga, saya ikut menguping siaran wayang. Bapak saya pernah mengajak kami menyaksikan Wayang Orang Sriwedari secara live, selepas muter-muter di Kebun Binatang Sriwedari Solo (sebelum dipindahkan ke Jurug).

Entah dari mana mendapatkannya, Bapak saya sepulang kerja suka membawa komik wayang karya A. Kosasih. Dari komik inilah saya mulai mengenal tokoh-tokoh wayang, sesekali bertanya kepada mBah Kung saya yang berlangganan Majalah Bahasa Jawa Panjebar Semangat di mana salah satu rubrik tetapnya yakni Padhalangan yang berisi cerita wayang. Kemudian, saya makin tertarik dengan wayang ketika membaca kisah wayang ber-genre masa kekinian yang saya temukan pada salah satu rubrik koran Minggu Ini (Suara Merdeka Group), Wayang Mbeling. Cerita wayang yang disajikan lebih banyak bergaya carangan (tidak berdasar kisah di Mahabharata atawa Ramayana), tetapi tetap berusaha berada dalam alur pakem yang ada. Pada Wayang Mbeling akan ditemukan cerita kalau Arjuna naik mobil atawa bersenjatakan pistol. Bahkan ada sebutan Jenderal Bhisma atawa Profesor Drona.

Cerita wayang dalam buku ini, bergaya carangan juga, beberapa di antaranya bahkan betul-betul keluar dari cerita pakem, melulu hasil imajinasi saya dengan tetap meminjam tokoh-tokoh wayang meskipun saya berusaha tetap membelokkan ke jalur cerita yang sebenarnya. Di blog saya http://padeblogan.com kumpulan cerita wayang ini saya beri nama Wayang Slenco. Kata slenco sendiri berarti tidak pas atawa tidak cocok.

Kali ini saya menampilkan kisah tentang cinta sejati, perselingkuhan dan juga masalah kesetiaan cinta, pada tokoh wayang Mahabharata dan Ramayana. Anda bisa membaca betapa cintanya Adipati Karna kepada Surtikanti, istrinya. Dalam kisah Mahabharata, Surtikanti menyusul kematian Karna dengan cara bunuh diri, yang, terus terang sampai saat ini saya masih belum tega menceritakan hal tersebut. Saya masih “menghidupkan” Surtikanti, yang selalu merindukan suaminya itu.

Lalu ada perselingkuhan abadi antara Arjuna dan Banowati. Percaya atawa tidak, Banowati itu adiknya Surtikanti. Banowati yang sangat disayang oleh Duryodana ternyata sepanjang usia perkawinannya, ia berselingkuh dengan Arjuna. Sepeninggal Duryodana yang terbunuh dalam perang Bharatayuda, Arjuna berhasil mengawini Banowati, meskipun umur Banowati tak panjang karena dibunuh oleh Aswatama, yang diam-diam juga naksir pada perempuan ini.

Lalu ada Gandari, ibu para Kurawa yang mencoba berselingkuh. Namun, dalam perenungannya ia memilih bersetia kepada Destarasta, suami yang buta itu. Belakangan, Gandari ikut “membutakan” matanya, bukti kesetiaan kepada suaminya. Saya juga mengisahkan Bambang Ekalaya yang membela kehormatan istrinya, ketika istrinya itu digoda oleh Arjuna. Pengorbanan Bambang Ekalaya sungguh berat, hingga ia merelakan ibu jarinya diminta oleh Drona.

Cinta tak sampai juga saya kisahkan dalam buku ini, seperti misalnya cinta Lesmana Madrakumara kepada para gadis yang ditaksirnya atawa cinta Burisrawa kepada Sembadra yang ditolak mentah-mentah, sehingga menyebabkan Burisrawa depresi berat dan bersumpah tidak akan punya istri. Ada juga kisah cinta segi banyak (bukan sekedar segitiga) yang terjadi sebelum Pandawa dan Kurawa lahir, yakni pada masa-masa kehidupan Resi Bhisma dan Dewi Amba, Ambika dan Ambalika.

Cinta sejati sering dipersonifikasikan sebagai cinta a la Rama-Sinta, sebetulnya tidak sejati-sejati amat. Kenapa Rama mesti memberi syarat kepada Sinta untuk membuktikan kalau dirinya suci? Mestinya Rama percaya akan kesetiaan Sinta dan menerima Sinta apa adanya tanpa syarat apa pun setelah insiden penculikan oleh Rahwana, bukan?

Kembali ke wayang playboy, meskipun Arjuna beristri lebih dari empat belas, semua istrinya saling rukun. Suatu ketika Arjuna diperintahkan oleh Yudhistira menjadi mata-mata di Negeri Hastinapura menjelang pecahnya perang Bharatayuda. Tanpa pamit kepada istri-istrinya, Arjuna menghilang. Para istri Arjuna mengadakan rapat dadakan, dan menunjuk Srikandi untuk mencari Arjuna. Cara yang dipakai Srikandi mencari Arjuna sungguh unik, ia ngedan, pura-pura gila. Pada cerita wayang kisah Srikandi menemukan Arjuna dikenal dengan lakon Srikandi Ngedan.

Nah, saya pun menceritakan kisah itu dengan judul lakon yang sama dan saya memilihnya menjadi judul buku yang sedang Anda baca ini. Selamat membaca.

Judul: Srikandi Ngedan • Penulis: Guskar Suryatmojo • Penerbit: Halaman Moeka Publishing (Jakarta, April 2014) • Tebal: 212 halaman • Harga: Rp 43.000 (belum termasuk ongkos kirim)

Jika Anda berminat memesan buku ini silakan berkirim via email ke kyaine2010@gmail.com.