Buku-buku Gus Dur

Empat puluh hari sudah Gus Dur meninggalkan kita. Ada banyak warisan yang ia tinggalkan, salah satu yang paling penting adalah pemikiran-pemikiran yang dapat dipastikan masih akan terus hidup dan relevan dijadikan acuan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk tulisan, baik di media cetak atau dalam bentuk buku. Belakangan ini, saya kembali membaca buku tentang Gus Dur.

Berikut beberapa buku tentang Gus Dur yang saya rekomendasikan untuk Anda baca :

Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman (Penerbit Buku Kompas, 1999)

Buku ini berisi kumpulan tulisan mengenai pemikiran Gus Dur yang terekam dalam Harian Kompas periode 1991 sampai dengan 1999.  Di sini kita bisa memahami bagaimana ucapan, pemikiran dan kiprah Gus Dur secara rasional dan pengambil pelajaran  serta kritik atasnya. Tema tulisan terdiri atas persoalan-persoalan Islam, politik, kenegaraan, dan kebangsaan termasuk yang terkait dengan isu-isu moral dan demokrasi.

Biografi Gus Dur (LKIS, 2006)

Setelah buku biografinya dalam Bahasa Inggris yang diluncurkan pada Februari 2002, awal Juli 2003 yang lalu Gus Dur meluncurkan buku biografinya dalam edisi alih Bahasa Indonesia. Buku tersebut ditulis oleh Dr. Greg Barton seorang senior lecturer di Deakin University Australia yang sangat aktif melakukan studi tentang Islam di Indonesia sejak awal 90-an. Perkenalan Barton dengan Gus Dur terjadi kira-kira di akhir dekade 80-an, dan sejak tahun 1990 Barton paling tidak telah menghasilkan beberapa buku yang berbobot tentang dunia Islam di Indonesia. Dalam penyusunan Buku GUS DUR: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid, Barton sempat menjadi tamu dan menyertai acara-acara penting selama lebih kurang tujuh bulan dari dua puluh dua bulan pemerintahan Gus Dur. Selama melakukan riset panjangnya, acapkali Barton terlibat secara intensif dalam banyak kegiatan Gus Dur, yang terkadang melibatkan perasaan dan emosinya sebagai sahabat, namun justru ini yang menjadi daya pikat buku ini sekaligus membedakannya dengan penulis-penulis biografi mana pun. Sebagai salah satu sahabat dari Gus Dur dan seorang ilmuwan, Barton berhasil memberikan pandangan ilmiahnya sehingga mampu memberikan cakrawala dan perspektif yang mendalam secara lebih sederhana, layaknya seorang sahabat untuk memerikan sosok Gus Dur yang sangat multidimensional, baik dari sisi humanis, pluralis, demokrat tulen, budayawan, agamawan, dan sebagai seorang intelektual terkemuka. Dalam menyusun buku biografi ini Barton membaginya dalam beberapa yang bagian yang disusun secara kronologi historis dari sebagian perjalanan hidup Gus Dur yang ia batasi hingga akhir tahun 2001, yakni saat masa lengser dari kursi Kepresidenan RI.

Islamku Islam Anda Islam Kita ( The Wahid Institute, 2006)

Buku setebal 412 ini berisi esai-esai Gus Dur. Kalau dicermati, esai-esai dalam buku ini berangkat dari perspektif korban, dalam hampir semua kasus yang dibahas. Gus Dur tidak pandang bulu, tidak membedakan agama, keyakinan, etnis, warna kulit, posisi social apapun untuk melakukannya. Maka orang sering terkecok bahwa seolah Gus Dur sedang mencari muka ketika harus mengorbankan dirinya sendiri. Munculnya tuduhan sebagai ketua ketoprak, klenik, neo-PKI, dibaptis masuk Kristen, kafir, murtad, agen zionis Yahudi dan sebagainya, tidak menjadi beban bagi dirinya ketika harus membela korban.

Gus Dur Menjawab Kegelisahan Rakyat (Penerbit Buku Kompas, 2007)

Buku ini merangkum 24 artikel Gus Dur yang dimuat di Harian Kompas antara tahun 2001 dan 2008. Ia mengangkat persoalan-persoalan yang menggerakkan perhatian banyak orang karena memang actual dipermasalahkan dan dirasakan. Pandangan dan pendapatnya cenderung mencerminkan sikap dasarnya, seperti Indonesia Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia yang Pancasila, Indonesia yang beragama, Indonesia yang berkemanusiaan, yang berkeadilan social serta demokratis.  Demokrasi termasuk yang diberi perhatian luas dan mendalam.

Gus Dur Santri Par Excellence Teladan Sang Guru Bangsa (Penerbit Buku Kompas, 2010)

Sejak Gus Dur wafat ada beberapa buku baru yang diterbitkan, salah satunya buku ini yang berisi kumpulan pandangan para tokoh yang dimuat di Harian Kompas, seperti Franz Magnis-Suseno, Laode Ida, Rudini, Yenny Zannuba Wahid, dan lain-lain. Melalui buku ini pembaca akan mengenal lebih dalam lagi sosok multidimensi Gus Dur, seorang lintas agama, demokrat, sederhana dalam penampilan, bahkan ada yang beranggapan Gus Dur adalah wali yang menyembunyikan diri.

Perjalanan Politik Gus Dur (Penerbit Buku Kompas, 2010)

Anda tentu kenal dengan seloroh Gus Dur yang telah melegenda itu : ”Gitu aja kok repot”. Seloroh dan senda guraunya selalu membuat pendengarnya tertawa lepas, bukan hanya karena lucu tetapi juga penuh makna. Gus Dur terpilih menjadi Presiden ke-4 RI sebagai figure perekat berbagai komponen bangsa yang saat itu sedang terkoyak. Tetapi, perjalanan politik presiden yang kiai ini ternyata berliku. Berbagai pernyataannya kerap kontroversial dan menimbulkan teka-teki. Humor-humor politik yang sering ia lontarkan kian membingungkan banyak orang. Pernyataan Gus Dur bahwa anggota DPR mirip TK menuai protes. Kasus “Buloggate” dan “Bruneigate” yang menerpa sang Presiden memunculkan maneuver politik. Sidang Istimewa MPR yang berujung pada permakzulan Presiden.

Sejuta Hati untuk Gus Dur (Gramedia, 2010)

Novel dan Memorial karya Damien Dematra ini didaptasi dari scenario film Gus Dur : The Movie, yang awalnya direncanakan akan diputar di bioskop-bioskop Indonesia pada ulang tahun Gus Dur yang ke-70 pada Agustus 2010. Namun, berpulangnya sang tokoh pada Sang Pencipta sangat mengejutkan semua pihak, termasuk penulis buku ini, sehingga lahirlah inisiatif spontan untuk membuat versi novel sekaligus menggalang proyek pengumpulan Sejuta Hati untuk Gus Dur. Dalam  novel ini kita dibawa menyelami kehidupan seorang Gus Dur dari sebelum kelahirannya hingga akhir hayatnya. Tebal buku : 426 halaman.

Fatwa dan Canda Gus Dur (Penerbit Buku Kompas, 2010)

Gus Dur memang unik. Ia manusia multidimensi penuh kharisma yang diyakini sebagian umat sebagai pemilik indera keenam, yang membuatnya mampu melihat hal-hal yang tak mampu dilihat mata orang biasa. Berbagai fatwa (nasihat) yang kerap ia lontarkan dalam bentuk jokes yang memancing gelak tawa justru kian mengukuhkan dirinya sebagai ulama besar. Penulis buku ini adalah KH Maman Imanulhaq Faqieh ulama muda yang sangat dengan Gus Dur, khususnya sejak tahun 2006. Sehari-hari ia terus mendampingi Gus Dur hingga akhir hayatnya.

PS : Saya ingin membagi salah satu buku di atas untuk Anda, tapi gimana caranya ya?