Blog bermutu itu seperti apa?

Saban hari lahir ribuan blog, namun yang mati pun tak kalah banyaknya. Membaca blog memang mengasyikan dan sering membuka wawasan fikiran, juga memberikan pencerahan. Tak semua blog sih, soalnya ada juga yang membuat mabuk dan muntah, seperti blog yang isinya menguraikan keburukan/kelemahan orang lain, menghujat dan sebangsanya. Sudah banyak kajian tentang tujuan ngeblog, termasuk tips dan triknya. Bahkan secara mendalam dibahas juga tentang rambu-rambu dalam ngeblog. Intinya seperti stiker-stiker yang ditulis di angkot atawa kios tukang cukur: anda sopan, kami segan!

Jadi, blog disebut bermutu jika isi artikelnya mencerahkan, baik yang ditulis dengan bahasa serius atawa yang ringan-interesan.

Saya jadi teringat tulisan seorang kawan lama saya, Alia Makki di blog saya yang beralamat di sukarnosuryatmojo.wordpress.com (blog ini telah lama marhum). Waktu itu (31 Mei 2009) ia menjadi penulis tamu di blog saya, dengan mengambil judul yang provokatif “Dicari: Blog Indonesia Bermutu“. Berikut kutipannya:

Beberapa hari ini diskusi tentang kebebasan berekspresi memantul ke sana kemari di ruang pikiran saya.

Awalnya, sebuah artikel di blogosphere Saudi (English) tentang pendapat ulama Saudi yang melarang kebebasan berekspresi atas dasar argument: “Sekarang mereka menuntut kebebasan ekspresi, besok mereka menuntut kebebasan berpikir, apa lusa mereka akan menuntut kebebasan beragama?”

Saya (yang gerah dengan kemampatan berpikir) jadi menimpali dengan artikel ini (English), bahwa kebebasan berekspresi patut dilindungi, asal tidak memperlihatkan kebodohan penggunanya.

Bukan apa-apa, tapi berapa banyak blog yang isinya mirip kolam muntahan verbal pemiliknya: dangkal, remeh dan tanpa empati kepada pembaca yang nyasar ke situ?

Tentunya jika rem emosional saya pakem, komentar Reza Gunawan tidak akan membuat saya jadi semakin gerah. Katanya “…Saya memang merasa blog bermutu (yang sesuai selera saya, yang mencari isi tulisan yang mencerahkan hidup), belum terlalu banyak dibuat oleh blogger Indonesia.

Mungkin banyak blogger Indonesia yang ingin lepas dari kubangan diare verbal dengan mengisi blog mereka tentang topik penting dan kritis. Masalahnya, sikap kritis dan mutu yang menurut Reza Gunawan jarang ada di blog Indonesia, seringkali cenderung membahayakan diri si penulis itu sendiri.

Artikel Ndoro Kakung adalah contoh terkini tentang wanita yang dihukum penjara karena mengeluhkan layanan sebuah rumah sakit (!) – menjabarkan dengan baik paradox antara penulisan yang berbobot dan yang cari selamat.

Kenyataannya, kebebasan berekspresi bukannya tanpa konsekuensi, apalagi saat ditujukan kepada mereka yang perlu diingatkan agar tidak melenceng dari jalur keadilan. Ironisnya, semakin tajam dan penting suara kita didengar, semakin besar pula resiko untuk mati konyol.

Jadi apa solusinya? Bagaimana caranya kita menemukan blog yang bagus tanpa membahayakan diri sendiri?

Jujur, saya tidak tahu.

Dan karena saya ingin tahu, saya memulai sebuah karnaval BLOG INDONESIA BERMUTU. Menurut Anda, artikel blog apa yang mencontohkan sebuah tulisan bermutu?

Maka, kami berkolaborasi menyelenggarakan sebuah acara Karnaval Blog dan mengundang para Narablog untuk mengirimkan artikel terbaik yang mereka miliki. Tahukah Anda, apa respon para Narablog saat itu? Sebagian besar dari mereka, ternyata, nggak pede dengan artikel yang dibuatnya. Mereka beranggapan kalau artikel yang mereka tulis nggak bagus, sehingga merasa tak layak mengikuti karnaval.

Hal itu membuat geram pihak penyelenggara karnaval, lalu Alia Makki membuat tulisan berjudul “Iya, blog Anda memang cupu, secupu penulisnya” yang saya tampilkan di blog marhum tersebut pada tanggal 25 Juni 2009.

Beberapa kali di bawah artikel karnaval blog bermutu saya melihat komentar penulis blog yang mengakui kecupuan tulisannya. Saking cupu sampai lebih baik tidak ikutan karnaval.

Saya bukan polisi mutu. Terserah Anda mau menganggap tulisan Anda cupu atau tidak. Saya hanya bertanya-tanya: Jika benar blog Anda cupu, apa itu artinya isi blog Anda tidak berguna dibaca orang lain?

Jika Anda menjawab pertanyaan di atas dengan “Ya”, maka saya akan beranggapan bahwa Anda termasuk orang yang menyianyiakan ruang publik. Karena sebenarnya ada perbedaan antara tulisan jurnal pribadi dengan ruang publik.

Tulisan cupu bukannya tidak ada harapan untuk dibuat bermutu. Benar kata para sesepuh, bahwa semakin dilatih, semakin tajam tulisan kita. Jadi, perbaiki yang cupu. Benar kata pencatat amal, bahwa semua kerjaan kita dicatat, sampai sedetil-detilnya. Maka, apa tidak lebih baik menulis dengan usaha untuk memperbaiki karma daripada menebar sampah?

Ada banyak sumber untuk menjadikan blog kita jadi lebih bermutu; baik dari segi topik bahasan, penulisan maupun entertainment. Apapun tujuan Anda untuk mempertahankan posisi di ruang publik ini, ingat-ingat beberapa aturan berikut:

  • Ini ruang publik. Kalau Anda keberatan halaman sekolah atau taman rekreasi Anda dikencingi orang sembarangan, Anda juga diminta untuk tidak muntah sembarangan.
  • Siap mental. Karena ini ruang publik, siap-siaplah dihina & dikritik: bukankah itu resikonya mengetuk perhatian publik? Bukankah itu resiko dari melindungi kebebasan berekspresi?
  • Menulislah untuk Tuhan. Bagi yang Atheis, menulislah untuk semesta, orang tua, negara. Tidak usah mikir terlalu jauh, tapi daripada menguras sumber daya untuk masturbasi intelek & narsisme, coba cari median manfaat dari tulisan Anda. Pesan apa yang bisa saya ambil dari tulisan Anda?

Untuk apa lagi Anda menulis?

Saya hanya ingin mengulang pertanyaan di atas, untuk apa lagi Anda menulis? Silakan baca dan analisa kembali artikel-artikel di blog Anda, layak atawa tidakkah artikel itu ditampilkan di ruang publik (atawa malah menjatuhkan martabat diri Anda?). Jika tak pantas, saran saya,  perbaiki atawa bahkan hapus artikel itu. Namun jika masih sayang untuk menghapusnya, ubahlah statusnya menjadi artikel privat yang cuma Anda sendiri yang bisa membacanya.

PS:
Rasanya kurang afdol, nekjika The Padeblogan tak menyinggung perkara “Hari Blogger Nasional” yang diperingati setiap tanggal 27 Oktober. Sesungguhnya bagi saya, jauh lebih sedap menyebutnya sebagai Narablog, sangat Indonesia. Bukan blogger. O iya, meskipun telat memeringati HBN tersebut, artikel “Blog bermutu itu seperti apa?” sekedar meramaikan peringatan HBN 2012.