Bisnis mitos dan klenik

Suatu malam, dua tamu yang bertandang ke rumah. Salah satunya saya kenal dengan baik. Ia berprofesi sebagi makelar. Apa pun disambarnya asalkan mendapatkan fulus: mengurus STNK, jual-beli mobil bekas, rumah kontrakan, ikut ormas ini-itu dan sebagainya. Malam itu ia datang tanpa ada janji terlebih dahulu.

Tidak hanya kepada saya saja ia memanggil seseorang dengan sebutan bos. Mungkin karena terbiasa mendapatkan order dan mendapatkan fee atawa upah, maka ia memanggil bos kepada orang yang memberinya upah tersebut. Saya sendiri beberapa kali minta tolong kepadanya untuk urusan STNK.

Malam itu ada membawa bungkusan tas kresek warna hitam. Tanpa banyak basa-basi, ia mengeluarkan isi bungkusan tersebut. Ada beberapa gepok lembaran uang 100 rupiah bergambar perahu phinisi emisi tahun 1992 (tulisan ini sengaja saya tebalkan).

~oOo~

“Ada bisnis baru nih bos. Dengan uang perahu layar ini,” ia menyodorkan segepok lembaran uang seratus rupiah itu.

“Jual beli uang lama?” tanya saya sambil menimang uang tersebut.

“Bukan seperti itu, bos. Ini uang langka. Orang-orang menyebut 100 PL. Uang seratus rupiah perahu layar. Segepok gini nilainya sepuluh ribu kan? Karena uang ini langka, apalagi kecetak tahun 1982, segepok gini harganya tujuh juta!” katanya mantap.

Saya diam. Belum tahu ke mana arah pembicaraan kawan yang satu ini. Temannya dari tadi masih diam saja. Samar-samar saya pernah mendengar tentang bisnis mitos semacam ini.

“Lalu, apa keuntungan saya jika membeli segepok gini?” tanya saya selanjutnya dengan mengamati uang berwarna merah itu.

“Nilai seratus perak bisa berubah menjadi seratus ribu rupiah, bos,” tukasnya.

“Lembaran seratus perak ini bisa diubah menjadi lembaran uang seratus ribu pak,” sahut temannya kemudian.

“Caranya?” tanya saya penasaran.

“Nanti uang yang bos beli kita bawa ke orang pintar kenalan saya. Dia yang akan mengubah uang itu, bos. Lumayan kan, bos bisa untung tiga juta?!” paparnya.

O, rupanya bisnis klenik juga nih.

“Lha kok bisa uang seratus disulap menjadi seratus ribu. Jangan-jangan uang palsu tuh,” cecar saya.

“Bukan bos. Semuanya nanti uang asli. 100 PL ini cuma sebagai pancingan untuk mendapatkan seratus ribu yang asli!” katanya.

“Pancingan?” tanya saya.

“Iya. Karena orang pintar itu akan mengambil uang para koruptor yang biasanya disimpan secara cash. Cara mengambilnya tentu saja dengan bantuan makhluk halus,” jelasnya.

Wis..wis… hentikan bisnismu ini, mas. Sudah ada yang kamu tipu belum?” kata saya.

“Belum… belum ada. Ini juga pertama kali langsung menuju tempat bos nih. Belum ke mana-mana,” ia mencoba mengelak.

“Saran saya, sampeyan jangan melanjutkan bisnis ini. Bisa-bisa sampeyan berdua nanti dicokok yang berwajib!” ancam saya.

Pembicaraan mengenai uang 100 PL berhenti di situ. Kami mengobrol hal lain. Mungkin karena tak menarik, mereka pamitan.

~oOo~

Kisah di atas terjadi kira-kira dua tahun yang lalu. Kemarin, saat makan siang bersama seorang kawan ia bercerita mengenai hal yang sama. Ia ditawari bisnis klenik 100 PL tersebut. Sama seperti saya, ia sama sekali tak tertarik dengan bisnis begituan.

Dari beberapa referensi yang saya dengar maupun saya baca, uang resmi seratus rupiah bergambar perahu phinisi emisi 1992 telah direkayasa entah oleh siapa: tulisan phinisi diubah menjadi layar, angka 1992 diubah menjadi 1982, dan konon dengan melipatnya lalu diluruskan kembali (mungkin dengan disetrika) bekas lipatan akan terlihat seperti benang pengaman.