Bisa banyak bahasa

Kali ini saya akan ngrasani seorang kolega saya. Ia punya kemampuan langka dalam bertutur kata, karena ia bisa banyak bahasa. Dalam sehari-hari saya sering mendengar ia bertutur dengan aneka bahasa daerah, tentu lebih banyak berbahasa Indonesia dan sesekali berbahasa Inggris.

Ia terlahir sebagai putra Sumatera Selatan. Bahasa Palembang, Jambi, Bengkulu dan sekitarnya ia paham benar. Ia pernah sekolah di Yogyakarta, makanya bisa berbahasa Jawa. Kuliah di Bandung, tak heran ia mampu berbahasa Sunda. Hmm, otak kirinya memang canggih. Ia bisa bahasa Minang, Madura, sesekali terdengar celotehnya dengan logat Maluku dan Flores. Berbahasa asing selain Inggris apa ia bisa?

Bisa. Ia sekolah jenjang S-2 di Manila Philipina, makanya bisa bertutur dalam bahasa Tagalok. Ia, yang punya moyang Tiongkok, bahasa Mandarin menjadi percakapan sehari-hari di keluarga besarnya. Bahasa Jepang sesekali saya dengar juga keluar dari mulutnya.

Saya sangat beruntung ketika kemarin saya pergi bersamanya ke Negeri Gajah Putih. Bahasa Inggris saya yang grotal-gratul, banyak terbantu olehnya. Saya mencatat ada beberapa peristiwa (yang berhubungan dengan bahasa) selama berada di Bangkok bersamanya yang saya ceritakan di sini.

Saat berada di lift, ada belasan orang. Saya lihat di cermin lift, saya yang berkulit paling item. Telinga saya menangkap dua orang sedang bercakap, yang kira-kira menggunakan bahasa Mandarin. Lihat lirik teman saya, ia tersenyum. Ia nyolek tangan saya dan berujar dengan bahasa Jawa, “Sampeyan dirasani wong loro kuwi!

Saya terhenyak dan menanyakan apa sebab saya dirasani. Katanya, saya buat tebakan: orang yang berkaos putih ini (maksudnya saya) orang dari mana? Tak hanya di lift, tetapi ketika berada di shuttle bus. Sekelompok perempuan muda bermata sipit berkicau riang sekali. Teman saya tersenyum-senyum sendiri.

Tanpa diduga oleh sekelompok perempuan muda tersebut, teman saya menyahuti kicauan mereka dengan bahasa yang mereka gunakan. Mereka diam, ada beberapa yang kelihatan malu. Anda tahu apa yang mereka kicaukan?

Teman saya bilang, “Awake dhewe iki dikira pasangan homo sing lagi plesir neng mBangkok!” Saya penasaran dan bertanya kepada teman saya, “Sampeyan mau ngomong apa? Arek-arek wedok iki saka ngendi?” Intinya, ia bilang kalau ia paham apa yang mereka omongkan. Mereka, kata teman saya itu, berasal dari Malaysia. Oh iya, teman saya bisa membedakan mana bahasa China Daratan atawa bahasa Mandarin versi lainnya.

Saya semakin takjub ketika ia bisa mengajak ngobrol orang (di kereta) dengan bahasa Korea. Ketika di hotel, ia mencandai pegawai hotel yang berasal dari Philipina dengan bahasa Tagalog. Atawa sesekali ia menyapa pegawai hotel yang lain dengan bahasa Thai, meskipun dengan kosa-kata yang terbatas.

Sawaddi.