Bi Encih pensiun

Karena pertimbangan rasa yang mendalam, bulan ini kami memensiunkan Bi Encih yang sudah 21 tahun membantu kami membereskan pekerjaan rumah sehari-hari.

Ia bekerja di rumah kami paruh waktu saja, dari pagi hingga tengah hari, selama lima hari. Sabtu dan Minggu libur. Dua tahun belakangan, ketika kesehatannya mulai terganggu ia bekerja hanya tiga hari, setiap Senin, Rabu dan Jumat. Dari dahulu pekerjaannya sama: ngepel lantai dan menyetrika pakaian. Selebihnya kami yang  mengerjakan pekerjaan rumah.

Ada tambahan pekerjaan untuknya ketika kami mudik lebaran dan rumah dalam keadaan kosong, maka ia yang akan menengok dan membersihkan rumah sehingga pada saat kami kembali dari mudik tak perlu repot-repot membereskan rumah yang berantakan. 

Dahulu ketika rumah kami berdekatan dengan rumahnya, ia hanya berjalan kaki saja untuk sampai di rumah kami. Lima belas tahun lalu, kami pindah rumah. Jarak rumah kami dan rumahnya relatif jauh, maka kami menyediakan ojek langganan untuk antar-jemput Bi Encih.

Seringkali ia datang ke rumah ketika kami sudah meninggalkan rumah, dan ia pulang ketika kami belum pulang, maka untuk memudahkan urusan keluar-masuk rumah ia kami bekali dengan kunci rumah. Ia kami beri kebebasan akses dan kami tak mengkuatirkan hal tersebut. Ia sangat memegang teguh kepercayaan yang kami berikan kepadanya. Dan memang terbukti hingga sekarang.

Memang, belakangan perilakunya bikin kami emosi misalnya ia sering lupa membereskan peralatan pel (lalu ia pulang), menaruh barang tidak pada tempatnya atau punya kreatifitas yang sangat tinggi (kami menyebutnya tingkat kecerdasan bibi sedang tinggi, contohnya: menyiram tanaman kaktus/memotong ranting tanaman kesayangan kami, menyambung gagang pel yang patah dengan lakban, dll), tetapi kami menyadari kalau semua itu karena faktor usia beliau yang makin uzur.

Biarlah kini ia menikmati hidup dengan momong para cucu soalnya tiga anaknya masih satu rumah dengannya meskipun masing-masing anak sudah mendapatkan jatah ruang dan merawat suaminya yang sudah mulai pikun.

Kami akan tetap sering bersilaturahim dengannya, apalagi Kika dan Lila menganggap kalau Bi Encih seperti orang tuanya sendiri, sebab masa kecil mereka tak lepas dari asuhan dan pengawasannya.

Kami belum berfikir untuk mencari pengganti Bi Encih.