Bersama Elang mengitari Negeri di Atas Awan

Pertama kali mengenal nama Dieng ketika saya kelas 5 SD dulu, saat berita-berita di TVRI menyiarkan kabar duka banyaknya korban tragedi Kawah Sinila. Kemudian, saat saya mendapatkan mata kuliah geomorfologi dasar pak dosen pernah bercerita mengenai terjadinya dataran tinggi Dieng yang merupakan sebuah kaldera. Konon, dataran tinggi Dieng merupakan dataran tinggi yang tertinggi kedua di dunia setelah Tibet, dan yang terluas di Pulau Jawa. Tak berlebihan jika Dieng disebut juga Negeri di Atas Awan.

Dataran tinggi Dieng semakin menarik minat saya, ketika Kompas menulis Ekspedisi Cincin Api secara serial di mana salah satunya mengulas tentang Dieng. “Lumpur berwarna kelabu gelap itu meletup-letup. Suhunya yang mencapai tiga kali titik didih air, siap melumerkan apa saja. Asap putih tebal menguar dari permukaan lumpur, menyemburkan bau belerang yang menyesakkan. Namun, pemandangan mengerikan dan aroma belerang itu tak menyurutkan ratusan wisatawan untuk mendekat ke Kawah Sikidang. Mereka menyaksikan aktivitas vulkanik di kompleks gunung api Dieng, Jawa Tengah, itu dari balik pagar bambu yang mengelilingi kawah,” demikian tulis Kompas.

Kalau nggak salah ada tiga FTV (Kutemukan Cinta di Wonosobo, Romantisme Cinta di Wonosobo, Keroncong Cinta Slamet) yang dibintangi oleh PWN, Atiqah Hasiholan, Rio Dewanto mengambil setting di Dieng Plateau, sehingga keinginan berkunjung ke sana makin meletup-letup seperti lumpur kelabu di dalam Kawah Sikidang. Maka keinginan itu saya ujudkan dengan mengontak Mas Elang, untuk menjadi pemandu saya dan keluarga mengitari Negeri di Atas Awan selama dua hari satu malam.

Sengaja kami ambil jalur Yogya – Dieng, untuk memudahkan akomodasi transportasi. Sesungguhnya saya surprise juga ketika menyadari kalau yang menjemput dan memandu kami ditangani langsung oleh Mas Elang, sebab ia sang owner CV Dieng Platour. Dengan bantuan Kyai Gugel saya mendapatkan banyak situs web yang dikelola oleh Mas Elang – ini salah satu pertimbangan saya memilihnya menjadi pemandu wisata Dieng. “Saya selalu ingin tahu siapa tamu saya, dengan cara browsing di internet, termasuk Bapak,” kata lelaki berusia sekitar 27 tahun itu kepada saya. Ia juga tahu kalau saya punya guskar dot com yang terbengkalai itu.

Iya, deskripsi tentang Dieng Plateau yang dipaparkan di media memang tak jauh beda dengan kenyataan yang saya lihat. Berhawa dingin dan menenangkan jiwa, pas untuk tetirah. Sengaja kami mengambil penginapan berjenis homestay yang memang tersebar di sekitar wilayah Dieng.

Saya tak hendak menceritakan secara detil masing-masing objek yang kami kunjungi. Pengalaman paling berkesan adalah ketika bangun jam 03.00 dini hari untuk menuju Bukit Sikunir. Dari puncak bukit itu kami menunggu terbitnya matari yang berwarna kuning keemasan, dari balik puncak Gunung Sindoro-Sumbing.

Setelah terang tanah kami turun untuk menuju Telaga Warna dan Pengilon, terus dilanjutkan ke Kawah Sikidang. Sore sebelumnya, kami mampir di Telaga Menjer. Sebelum melanjutkan ke destinasi selanjutnya, kami pulang dulu ke homestay untuk mandi, sekalian chek out. Objek yang kami kunjungi di hari kedua: Kompleks Candi Arjuna, Dieng Plateau Theater, dan Museum Dieng Kailasa.

Mas Elang, kami senang dengan pelayanan sampeyan.