Berjumpa Ibu Peri Kebun

Apakah Anda pernah mendengar peribahasa Jawa witing paseduluran amarga ngeblog? Arti harfiahnya kira-kira permulaan persaudaraan karena (kegiatan) ngeblog. Sudah banyak Narablog yang menuliskan pengalamannya bertemu (muka) dengan teman ngeblognya – yang sebelumnya hanya dikenalnya melalui dunia maya. Semua yang diceritakan oleh para Narablog tersebut masuk kategori seru!

Jangan dikira setelah saya mencanangkan program “No Komen No Krai” di The Padeblogan saya menghentikan kegiatan blog walking. Tidak. Bagi saya blog adalah bacaan terbaik, sehingga saya selalu membaca tulisan teman-teman Narablog meskipun saya tidak menorehkan komentar. Sok-sok malah saya klik di icon suka yang biasa dipasang di bawah kolom artikel.

Dari kegiatan blog walking tersebut, saya banyak mengenal Narablog yang bersemayam di luar ring Kampung Blog saya. Untuk mengenalnya lebih jauh, saya biasanya meng-klik nama Narablog yang meninggalkan komentar di artikel yang saya baca. Jika tulisannya menarik, tak jarang saya mengubek-ubek blognya untuk mendapatkan bacaan yang menarik. Dan kebanyakan tulisan yang saya temukan hampir semuanya bisa dibikin sebagai santapan jiwa.

Satu guru satu ilmu

Salah satu nama Narablog yang saya temukan bernama Prih, demikian ia menyebut dirinya ketika meninggalkan jejak komentar di blog sahabat. Ia adalah Peri Kebun penjaga Rynari. Isi tulisannya sejatinya ngilmiah betul, tetapi disajikan dalam bahasa yang renyah, orang awan tak perlu melipat jidatnya ketika membaca jurnal pertanian a la Ibu Peri.

Karena Srikandi, saya terhubung dengan Ibu Peri Kebun. Tak sekedar terhubung, ternyata kami satu trah, sama-sama lahir dari rahim bumi yang dijaga Kyai Lawu, yakni Karanganyar Kota Intanpari. Mumpung sama-sama sedang berada di tanah kelahiran, kemarin kami bertemu. Tak berdua, tapi berempat. Lah, yang dua lagi siapa? Ini ajaibnya: dua-duanya teman SMA, seangkatan dengan saya, malah salah satunya teman sekelas saya!

Jadi, ada empat orang yang bersekolah pada SMA yang sama, meskipun Ibu Peri angkatan jauh di atas kami, tetapi ada beberapa guru SMA Ibu Peri yang masih mengajar di angkatan kami. Tak berlebihan saya menyebut jika kami satu guru satu ilmu.

Ternyata, waktu dua jam sangat cepat berlalunya. Kenangan masa sekolah mendominasi tema obrolan kami. Ya, masa-masa sekolah memang nikmat untuk dikenang.