Bancakan Weton

Ada salah satu tradisi Jawa untuk memperingati hari kelahiran seorang anak. Bukan peringatan ulang tahun, tetapi pada hari weton yaitu hari dan pasaran di mana seseorang itu dilahirkan misalnya Rebo Kliwon. Nama hari ada tujuh: Ahad, Senen, Selasa, Rebo, Kemis, Jemuah, dan Setu, sedangkan pasaran ada lima: Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Paing.

Perhitungan hari dan tanggal Jawa didasarkan pada hitungan peredaran bulan, sehingga bergantinya hari dan tanggal akan dihitung sejak hari mulai gelap. Selasa Wage petang kemarin berarti sudah dihitung sebagai hari Rebo Kliwon.

Tradisi itu bernama bancakan, seperti halnya kenduri tetapi pesertanya anak-anak yang umurnya sebaya atawa lebih muda dari anak yang dibancaki tadi. Kalau dirata-rata, seumuran anak SD. Ya, karena bancakan sendiri dilakukan hanya pada anak-anak sebelum mereka akil-balig.

Bancakan biasanya dilakukan di sore hari, ketika anak-anak sudah pada mandi. Mereka akan mengelilingi nasi tumpeng, lengkap dengan sayur kacang, tauge, bayam, yang dibuat urap, lalu ada beberapa butir telur rebus di mana satu telur dibelah menjadi 12 atawa 16 bagian.

Lalu, pemimpin bancakan – biasanya ibu atawa nenek si anak yang dibancaki, membuka acara dengan kalimat: “Bancakan ya cah….

Lalu dijawab oleh anak-anak : “Nggiiihh….!!!!”

“Iki bancakane si anu… muga-muga dadi bocah sing pinter… ora nakal… bla..bla..”

 “Nggiiihh….!!!”

Kemudian ditambah doa-doa yang lain. Acara ditutup dengan pembagian nasi tumpeng dengan menggunakan pincuk (semacam piring/mangkuk, dari daun pisang).

Semua anak bergembira.

Intinya, orang tua si anak mensyukuri nikmat dari Gusti Allah dengan saling berbagi, meskipun yang dibagi tidak banyak dan dilakukan dengan cara silaturrahim. Tepat pada hari weton si anak.

Nanti, ketika si anak sudah dewasa, ia akan mempunyai cara tersendiri untuk memperingati wetonnya.