Bakti kepada guru

Masa mudik lebaran kemarin, mBak EO kirim SMS ke teman-teman eks IPA3 – 1986 kasih tahu kalau DR Warsito berada di Karanganyar, selepas maghrib ditunggu untuk bareng-bareng ke menuju lereng Lawu. Maka, di tanggal 21 Agustus 2012 kami bertemu dengan teman sekelas kami di SMA dulu: Warsito Purwo Taruna, ilmuwan dari lereng Lawu.

Bagi yang belum mengenal siapa DR. Warsito silakan ketikkan namanya di papan Kyai Gugel, Anda akan mendapatkan banyak sekali informasi tentangnya.

Ia memang sosok yang rendah hati. “Kita kumpul di rumah pak Sed saja, sekalian mbezoek dan bersilaturahim dengan beliau,” usulnya kepada mBak EO. Pak Sed adalah guru menggambar kami di SMA dulu, sudah pensiun dan sedang dalam keadaan sakit.

Pak Sed dulu mengajari kami bagaimana menggambarkan perspektif sebuah benda, pertama dengan pensil kemudian ditebalkan dengan trek-pen yang diisi dengan tinta-cina. Sering kali kami gagal menorehkan garis-garis dengan trek-pen tersebut, yang akhirnya tinta-cina mengotori kertas gambar kami.

~oOo~

Tentu saja, pertemuan kemarin gayeng-regeng meskipun yang datang tak banyak. Cerita nostalgia kenakalan jaman SMA, baik nakal ke teman maupun usil pada guru. Sepanjang kunjungan kami, Pak Sed dengan setia ikut ngobrol ngalor-ngidul sampai pertemuan usai sekitar jam 11 malam.

Loh, katanya Pak Sed sakit? Kok beliau kelihatan begitu bugar? Dan wajah gantengnya itu nggak berubah he..he..

Beliau memang sakit dan sekarang dalam masa penyembuhan. Saya kurang paham beliau sakit apa – kalau nggak salah kanker prostat, di mana di sepanjang obrolan Pak Sed menceritakan sakitnya. Bahkan pernah, anak-anak dan keluarganya sempat membacakan Yassin karena kondisi Pak Sed yang sudah mengkuatirkan.

Kabar kondisi kesehatan Pak Sed sampai ke DR. Warsito. Ia segera membuatkan sebuah alat yang berbentuk “celana” dan “selimut” dan dikirimkan ke Pak Sed.  Pada pertemuan kemarin, DR. Warsito memantau kesehatan Pak Sed. Kami pun menyaksikan bagaimana bentuk “celana” dan “selimut” warna hitam yang mengandung aliran listrik statis di bagian dalam dan terhubung dengan sebuah baterai yang bisa di-charge itu.

DR. Warsito mengungkapkan, efek samping dari alat tersebut tidak sampai menyiksa seperti proses kemoterapi. Hanya, keringat penderita yang menggunakan alat tersebut berlendir dan sangat bau. Urine dan fesesnya (kotoran) pun berbau lebih busuk. Menurut Warsito, hal tersebut menandakan bahwa sel kankernya tengah dikeluarkan.

mBak EO bercerita, kondisi kesehatan Pak Sed mengalami kemajuan yang luar biasa setelah memakai peralatan ciptaan DR. Warsito itu. Makanya, kemarin yang kami saksikan adalah Pak Sed yang begitu bergairah menyambut kehadiran murid-muridnya.

Semoga kesehatan Pak Sed semakin membaik.