Serial Cerita Pemilik Bulan Juli #1
Begini gambaran Kampung Cerbonan tahun 1980-an, tempat masa kecil saya. Rumah kami terletak persis di tepi jalan, menghadap ke Utara, hanya dibatasi oleh selokan. Jembatan terbuat dari coran beton, di kiri-kanan dibangun buk tempat kami duduk-duduk di pagi atau sore hari. Pada sisi luar buk, digambar logo Departemen Pekerjaan Umum (DPU), hasil karya bapak. Dinding rumah bagian depan terbuat dari papan sengon, sisi samping dan belakang berupa gedhek/anyaman bambu. Jembatan tersebut terhubung langsung dengan pintu rumah kami. Bagian belakang rumah, ada halaman yang cukup luas dan sering sebagai arena bermain teman sebaya kami.
Jalan di depan rumah kami, sudah beraspal (belum berupa hotmix, tentu saja). Sambungan listrik belum lama masuk, masih 110V, dan jika pada malam hari digunakan bersama-sama dengan para tetangga, voltage akan ngedrop. Terangnya mungkin sama dengan sinar rembulan ketika purnama.
Pada suatu malam, kami sekeluarga duduk-duduk di buk sambil bercengkerama. Dari arah timur terdengar dentingan bunyi mangkuk dipukul sendok dan ada teriakan: bakso…. bakso anget! Sebuah teriakan tukang bakso yang terdengar wagu di telinga kami. Pas melewati jalan berlubang, tukang bakso tidak dapat menjaga keseimbangan yang menyebabkan gerobak oleng. Kompor minyak terguling dan terjadi kebakaran. Bapak cepat bertindak, kompor berhasil dipadamkan. Bahkan bapak membantu membetulkan kembali posisi kompor sehingga bisa dipergunakan kembali.
Tanpa kami duga, bapak memesan bakso untuk kami berenam. Ia meminta adik saya mengambil mangkuk di dapur. Alasan bapak agar tukang bakso bisa melanjutkan keliling kampung menjajakan baksonya, tidak perlu menunggu kami menghabiskan bakso yang menggunakan mangkuk tukang bakso.
“Kasihan, dia baru hari ini mulai jualan bakso. Sejak keluar rumah baksonya belum ada yang beli. Ditambah kena musibah kompornya terguling,” ujar bapak kepada kami.
Besok malam dan seterusnya kami akan sering mendengar teriakan wagu: bakso… bakso anget! Dan beberapa kali juga, bapak meminta kami menghentikan tukang bakso tersebut dan kami selalu makan bakso dengan mangkuk kami.