Baitullah

“No, kopi buat tamu Bapake sudah kamu kasihkan?” tanya Lastri kepada Gino.

“Sampun, sudah mBak. Tamunya ada tiga kan?” jawab Gino sekaligus melakukan konfirmasi.

“Iyo. Sik, No jangan pergi dulu. Tolong ini difotokopi dua lembar ya?” perintah Lastri kepada OB kesayangannya itu.

Gino menerima berkas dan segera ke mesin fotokopi. Cekatan, tidak sampai membutuhkan waktu lima menit.

“mBak, jadi lebaran haji nanti kantor kita mau menyumbang  tiga sapi, ya?” kata Gino sambil memberikan berkas fotokopi kepada Lastri. Jidat Lastri berkerut, “Kamu kok tahu?” tanyanya.

“Lha, saya kan baca di kertas itu!” jawab Gino menunjuk kepada kertas yang dipegang Lastri.

Aturan bisnis nomor 16 : Jangan pernah minta bantuan OB untuk fotokopi dokumen penting, apalagi rahasia. Dijamin, dalam waktu sangat pendek gossip baru akan tersebar di seluruh kantor Anda.

“Eh, iya mBak kalau hari-hari gini, jamaah haji lagi ngapain ya?” Gino membuka obrolan baru. Dengan masih sibuk dengan dokumennya, Lastri menjawab, “Mereka masih calon haji No. Kira-kira sekarang mereka sedang mempersiapkan diri untuk melakukan wukuf di Arafah. Wukuf adalah puncak ritual ibadah haji. Kenapa kamu tiba-tiba bertanya masalah haji. Pengin?”

“Lha, inggih to mBak. Siapa sih yang nggak ingin naik haji. Tapi bagi saya sih, naik haji itu kan sekedar akibat to Mbak.” Gino mulai mengambil kursi dan duduk di depan meja Lastri. Ini bukan jam sibuknya Gino.

“Maksudmu apa No, kok akibat gitu…. Akibat apa?” Lastri penasaran.

“Kalau saya kaya, akibatnya saya naik haji, atau kalau misalnya Mbak Lastri menghajikan saya, akibatnya saya ke Tanah Suci. Lha, kalau saya miskin seperti sekarang ini akibatnya nggak punya uang, akibatnya justru saya haji setiap Jumat sekali,” Gino bicara seperti tidak ada remnya saja.

“Kok empuk temen omonganmu, No. Kalau bicara jangan asal. Ntar kedengeran Kyaine, omonganmu ditulis di blognya loh,” Lastri mengancam dan terpaksa menghentikan pekerjaanya.

“Ibadah haji itu untuk menyempurnakan Islam kan, Mbak? Sempurna syariatnya dan juga hakekatnya. Seperti mBak Lastri misalnya, sempurna syariat itu gampang, wong mBak Lastri punya uang banyak, terus pergi haji. Tapi hakekatnya? Belum tentu mendapatkannya. Tidak setiap orang bisa mendapatkan kesempurnaan hakekat!” Gino memberikan argumennya.

“Ah… aku ora mudeng, No. Terus, yang disebut haji setiap hari Jumat, piye, bagaimana?” sergah Lastri.

“Itu hajinya orang miskin macam saya ini. Shalat jumat itu kan hijjul fuqara’ wal-masakin, hajinya orang fakir miskin. Gusti Allah saking cintanya kepada hambaNYA yang fakir miskin tapi beriman, shalat jumat itu pahalanya sama seperti naik haji,” Gino menyeka air matanya. Bisa jadi ia sedang merasakan kehadiran cinta Gusti Allah di hari Jumat ini.

“Subhanallah. Betapa Mahaadil dan Mahacintanya Gusti Allah kepada hambaNYA yang papa,” gumam Lastri. Kemudian Lastri melanjutkan kalimatnya, “Orang naik haji itu karena panggilan Gusti Allah. Kalau kamu nggak dipanggil, sekaya apa pun kamu, ya hatimu tetap membatu. Kalau Gusti Allah memanggilmu, semiskin apapun kamu, ada saja jalan untuk menuju ke sana, toh?”

“Waduh, kalau caranya gitu, betapa sengsaranya diriku yang miskin ini mBak. Berarti dari dulu Gusti Allah nggak memanggil saya dong? Nasib… nasib…!” kata Gino sambil geleng-geleng kepala.

“Yo ora ngono, ya nggak begitu No. Setiap saat Gusti Allah memanggilmu kok, memanggil hatimu, memanggil jiwamu, memanggil ruhmu, memanggil hakekat dirimu. Cuma saja, kamu tuh yang selalu alpa kepadaNYA, sehingga panggilanNYA sering kamu cuekin,” terang Lastri.

“Semenjak mBak Lastri pakai kerudung kok makin waskita saja sih bicaranya?” tukas Gino. Lastri cuma  tersenyum mendengar pujian Gino.

“Nek jika kita nggak mampu menuju Baitullah secara syariat, hanya karena kita nggak mampu bayar ONH misalnya, ya bisa kita lakukan secara hakikat. Sebetulnya kita bisa kok menuju Baitullah setiap waktu. Jika jantung dan hati kita  mendenyutkan dzikir kepadaNYA, itu berarti kita memasuki Baitullah yang ada di hati ini. Kita pun akan melakukan thawaf kepada Gusti Allah, thawaf bersama jutaan malaikat di Baitullah sana. Bukankah pintu Baitullah atau Rumah Allah itu selalu terbuka lebar-lebar? Tetapi kita saja yang sering membutakan hati, menulikan telinga, dan membisukan ucapan. Makanya, kita merasa nggak pernah mengenal Baitullah secara hakiki.” Panjang lebar Lastri berbicara seperti Mamah Dedeh di Indosiar setiap pagi.

Gino mendengarkan dengan takzim sambil menganggukkan kepala. “Terus, kapan mBak Lastri mau naik hajinya?”

“Mudah-mudahan, insya Allah, nanti bareng suamiku tercinta,” kata Lastri sambil membetulkan posisi kerudung merah jambunya.

Apakah Anda telah siap naik haji di hari Jumat Paing ini?