Acara pamitan saya untuk pergi ke Tanah Haram saya lakukan dengan cara yang sederhana saja. Alasan pertama, tidak ada dasar hukum yang mengatur hal itu. Kedua, kepergian saya ke Tanah Haram dalam rangka ibadah, sehingga pelepasan kepergian saya harus bernilai ibadah juga. Ketiga, wong saya yang pulang mudik lebaran selama seminggu saja pamitan kepada para tetangga, masak pergi selama sebulan lebih tidak pamitan kepada mereka. Acara pamitan saya laksanakan 3 hari sebelum jadwal berangkat ke Tanah Haram.
Dari awal, sengaja saya tidak ingin “memakai” mubaligh atawa dai terkenal untuk acara pamitan saya. Di masjid perumahan saya, ada Ustadz Fahid (sebut saja begini) yang dedikasinya terhadap dakwah islam tidak perlu diragukan lagi. Selain aktif di beberapa majlis taklim, dia juga guru di sebuah madrasah, yang kebetulan anak kedua saya sekolah di sana. Ketika saya datang ke rumahnya untuk minta dia memberikan materi tausiyah dan memimpin doa di acara pamitan saya, dia sempat kaget, dia bilang begini: “nggak salah pak, saya kan belum haji?”
Saya tersenyum dan mengatakan, “kenapa memang kalau belum haji? Bukankah Gusti Allah menilai manusia bukan dari haji atawa belum haji, Ustadz. Saya hanya berharap mudah-mudahan ini sebagai salah satu jalan bagi Ustadz untuk segera ke Tanah Haram”. Dan Ustadz Fahid menyanggupinya sambil nyeletuk, “Iya..ya.. saya belum pernah ke surga saja, bisa ceramah soal surga ha..ha..!”
Ternyata, ketika saya mengundang tetangga untuk hadir dalam acara pamitan tersebut sebagian besar bertanya: mubalignya siapa? Bagi saya, pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan acara pamitan tersebut.
Hari H datang juga. Ustadz Fahid datang tepat pada waktunya, sehingga leher saya tidak seperti leher angsa. Tidak seperti kalau menunggu mubaligh terkenal, hati gelisah, leher jadi panjang karena sebentar-sebentar menengok ke arah jalan menanti kedatangan mubaligh, sementara tamu-tamu sudah pada datang.
Acara dimulai dipimpin oleh Ustadz Kas, teman sekantor saya. Dia ini aktivis dakwah juga. Ada satu teman saya lagi, yang membantu acara pamitan tersebut, Ustadz Has.
Isi ceramah Ustadz Fahid sungguh bernas, masih membekas di hati saya sampai dengan saat ini. Kalimat talbiyah yang dikumandangkan Ustadz Kas, saat saya mendatangi tamu-tamu saya untuk bersalaman, mohon doa, mohon maaf dan beberapa tetangga saya titipi anak dan rumah saya, membuat haru dan khusuk.
Makanya, ketika di Tanah Haram sana setiap saya berdoa di tempat-tempat di mana doa terkabulkan oleh-Nya, nama ketiga ustadz selalu saya sertakan dalam doa-doa saya.