SMA Negeri 1 Karanganyar

Waktu itu, 1983, siapa sih yang tidak ingin masuk SMA Negeri 1 Karanganyar? Semua lulusan SMP berlomba-lomba untuk dapat diterima di SMA favorit itu. Dulu, tidak menggunakan sistem NEM, tapi ada test tertulis. Dan saya, termasuk salah satu peserta test yang diterima.

Seingat saya, dulu itu hanya bernama SMA Negeri, tanpa embel-embel nomor di belakangnya, karena memang hanya ada 1 SMA Negeri di wilayah Kota Karanganyar. Kalau tidak salah, baru tahun 1986 berdiri SMA Negeri 2, yang kelas-kelasnya masih nebeng di SMA Negeri, masuk sore harinya.

Ciri khas SMA saya menggunakan badge warna biru yang dipasang di lengan kiri. Kami bangga memakainya. Bahkan teman-teman yang terkenal “mbeling” pun akan bangga mengenakan badge tersebut, meskipun atribut lain mereka kadang tidak memakainya, seperti dasi silang/topi saat upacara atau tidak memasukkan baju ke dalam celana.

Ketika beres-beres file tadi, saya menemukan foto jadul yang di belakang foto tertulis 25 April 1986. Foto ini diambil di kelas 3 IPA 3, sehabis pengumuman kelulusan (?) atau pembagian ijazah (?). Lihatlah, kami semua memakai badge itu. Teman-teman saya barangkali juga menyimpan foto yang lain.

Oh iya, rasa memiliki sekolahan diwujudkan dengan ronda malam oleh murid-murid secara bergiliran. Ronda malam akhirnya dihapus oleh Pak Badroen karena kami ketahuan mencuri mangga beberapa rumah di sekitar sekolah. Kalau kami nakal ya wajar saja, namanya juga anak SMA!

Tulisan ini saya dedikasikan untuk teman-teman angkatan 1983 – 1986 dan para guru yang telah menggembleng di kawah candradimuka SMA Negeri 1 Karanganyar.

Berikut nama-nama guru kami, Kepala Sekolah: Pak Badroen, BA; PMP: Pak Ripto; Matematika: Bu Handayani, Pak Parmin (yang suka mendongeng), Pak Wardo; Biologi: Pak Sungkono, Pak Madi (hobinya bikin LKS, kalau mengajar sering memutar kaset rekaman suaranya), Bu Ning; Fisika: Pak Mulyono (pinter banget ilmu gravitasi), Pak Parmo (suka bilang “gak barang-barang”); Menggambar: Pak Sediyono, Pak Winarno (beliau berdua mengajar menggambar perspektif); Kimia: Bu Puji (mahir kalau menguraikan ikatan karbon),  Bu Sri Satiti (si ibu ini cantik, pernah ngambek ngajar di klas 2 IPA 3); English: Pak Rahsananto, Pak Gerund (siapa ya nama aslinya, kok lupa); Sejarah:  mBah Warno (kalau ngajar kadang disambi merokok); Bahasa Indonesia: Pakde Pur (kalau mengajar duduk di belakang meja, kaki dilipat, sambil merokok), Bu Jeki (lengkapnya Sri Rejeki ya?); Musik: Pak Basuki (ngajar klas 1 sampai klas 3); Olahraga: Pak Rahardjo, Pak Koyo.

Siapa lagi ya?

Perjalanan hidup seorang Ksatria

Satrio Piningit lahir dari kampus. Hidup pas-pasan, mengandalkan uang kiriman orang tua di kampung. Untuk menggembleng mental dan hatinya, jadi aktivis kampus. Unjuk rasa jadi ekstrakuler tambahan. Menyuarakan hati nurani rakyat yang tertindas oleh rezim yang sedang berkuasa. Lulus dengan IP standar, tidak cumlaude tidak mengapa. Cari kerja ke sana ke mari tidak ada yang mau menerima lamarannya. Jadilah dia Satrio Kalunta-lunta, nebeng hidup dari kost teman satu ke teman yang lain.

Lahir partai baru, melamarlah dia ke sana. Diterima, sebagai punggawa inti karena track recordnya sebagai aktivis kampus dulu. Tidak begitu lama, foto dirinya telah terpajang di sudut negeri, gagah perkasa, berjas rapi, tak lupa ada senyum dikulum. Dia menjelma menjadi caleg. Dari mana dia mendapatkan dananya? Tidak pernah ada yang mengaku siapa yang menjadi bandarnya.

Wahai angin nan lalu, akhirnya duduklah dia di kursi yang terhormat menjadi anggota legislatif. Dia telah berubah menjadi Satrio Mukti Wibawa, gaya hidupnya berubah total : rumah di mana-mana, tanah berhektar-hektar, istri cantik jelita, ponsel keluaran terbaru dan termahal. Sayangnya, dia sedang lupa kepada akarnya. Hidupnya bagai di awang-awang. Seribu tidak pernah cukup, selalu ada keinginan yang lebih.

Celaka tiga belas, dia tertangkap tangan sedang bertransaksi haram, sebuah tindakan konspirasi tentang penyelewengan wewenang. Media mengungkap semua boroknya, predikat ma-lima ada padanya. Maling, madat, madon, main, minum (stealing, opium smoking, womanizing, gambling, drinking), sungguh memalukan. Di jidatnya telah distempel sebagai Satrio Wirang.

Proses hukum pun digelar, kasihan benar kawan yang satu ini, putusan hakim mengalahkan dia, jadilah dia Satrio Kinunjara. Harta benda habis untuk pembelaan di depan hakim, istri jelitanya minta cerai, partai tempatnya bernaung malu untuk menerimanya kembali. Aih… dia benar-benar sudah menjadi Satrio Nelangsa.

Semua orang telah melupakan dia.

Note : Satrio Piningit = ksatria yang sedang disembunyikan, digembleng oleh pengalaman dan alam; Satrio Kalunta-lunta = ksatria yang hidupnya prihatin untuk sebuah tujuan hidup, terlunta-lunta; Satrio Mukti Wibowo = ksatria yang telah berhasil hidupnya, cita-citanya telah tercapai; Satrio Wirang = ksatria yang sedang mendapatkan hal yang mempermalukan dirinya; Satrio Kinunjara = ksatria yang terpenjara, masuk bui; Satrio Nelangsa = ksatria yang hidupnya menderita lahir dan batin

Indahnya Berbagi

Pemerintah rupanya senang menggunakan istilah miskin. Dan memang kenyataannya demikian, di sekeliling kita banyak orang yang hidup berkesusahan, jauh dari hidup layak meskipun ukuran layak di sini tidak akan sama antar satu orang dengan orang lainnya. Pemerintah punya istilah untuk orang miskin ini, yaitu GAKIN singkatan dari keluarga miskin. BPS memberikan kriteria GAKIN sebagai berikut :

  • luas lantai bangunan tempat tinggal yang kurang delapan meter persegi per orang, lantai bangunan tempat tinggal dari tanah, material bangunan dari bambu, kayu murah, dinding juga dari bambu atau rumbia, kayu kelas rendah dan tembok bangunan tanpa diplester
  • tempat MCK, terutama tempat buang air besar (WC), tidak ada atau bersama-sama dengan rumah lain
  • penerangan bukan menggunakan listrik
  • sumber air minum dari sumur dengan mata air yang tidak terlindungi
  • mendapatkan air bersih dari sungai maupun air hujan
  • memasak dengan kayu bakar, arang, minyak tanah, tidak mengkonsumsi daging, susu atau daging ayam per minggu (tidak pernah atau cuma satu kali seminggu),
  • tidak mampu membeli pakaian baru selama setahun atau hanya bisa membeli pakaian baru sebanyak satu stel dalam satu tahunnya
  • hanya makan satu atau dua kali dalam sehari, dan tidak mampu membayar biaya berobat di puskesmas atau poliklinik yang ada di sekitar tempat tinggal mereka
  • pekerjaan kepala keluarga (KK) adalah menjadi petani dengan lahan kurang 0,5 ha, buruh tani, nelayan atau buruh bangunan dan buruh kebun maupun pekerjaan lain, dengan penghasilan kurang Rp600.000 per bulan
  • kriteria lain, kepala keluarga yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) atau hanya tamat SD, tidak memiliki tabungan atau barang simpanan lain yang mudah dijual minimal Rp500.000.

BPS menyebutkan, bukan termasuk kriteria keluarga miskin adalah para pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI/POLRI, pensiunan PNS/TNI/POLRI, serta bukan menjadi pengungsi yang diurus oleh pemerintah, dan bukan penduduk yang tidak tinggal menetap.

Untuk membantu mereka yang miskin pemerintah membuat program-program :

RASKIN kependekan dari beras untuk masyarakat miskin adalah salah satu program pemerintah untuk membantu masyarakat yang termiskin dan rawan pangan agar mereka tetap mendapatkan beras untuk kebutuhan rumah tangganya.

ASKESKIN singkatan dari asuransi kesehatan miskin yaitu sebuah program pemeliharaan yang dikembangkan pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi keluarga miskin.

Sayangnya, dalam implementasi di lapangan sering dijumpai adanya penyimpangan-penyimpangan yang eloknya dilakukan oleh orang yang sebenarnya sudah kaya.

Bersyukurlah kita yang mempunyai penghidupan lebih baik dari mereka yang disebut miskin tadi. Tidak ada salahnya, mulai hari ini kita sisihkan sedikit rejeki untuk membantu mereka. Indahnya berbagi kepada sesama saudara.