Agus itu nama pasaran?

Pernah saya bertanya kepada bapak saya, kenapa memberi nama anak-anaknya dengan “Agus” (saya 4 bersaudara, laki-laki semua, saya anak pertama dan nama depan kami semua Agus). Bapak saya bilang, senang saja dengan kata Agus yang berarti bagus. Anehnya, nama-nama kami tidak ada hubungannya dengan kelahiran di bulan Agustus (kami memang tidak ada yang lahir di bulan Agustus). Dalam keluarga besar saya (satu mbah buyut) ada 7 orang yang bernama Agus.

Ketika di SD teman satu kelas banyak juga yang bernama Agus, yaitu Agus Caksono, Agus Kuntadi, Agus Kurniawan dan Agus Wahyudi. read more

Indahnya Hidung Pesekku

Suatu ketika Toni mendapatkan tugas dari kantornya untuk dinas ke luar Jawa selama hampir dua bulan meninjau proyek baru perusahaannya di Kalimantan. Dia bilang pada keluarganya, tidak akan pulang di tengah tugasnya.

Rupanya kesempatan ini dipergunakan oleh istri  Toni dengan sebaik-baiknya, dia ingin memberikan kejutan kepada suaminya ketika pulang dinas nanti yaitu dia ingin permak hidung, biar jadi mancung.

Singkat cerita, berdasarkan referensi temannya pergilah dia ke suatu salon yang bisa membuat hidung mancung dengan cara diurut dan disuntik silicon. Dua hari kemudian sudah kelihatan hasilnya. Di depan cermin, tak bosan-bosannya dipandangi hidung barunya. Dia pamerkan kepada para tetangga dan kerabatnya. read more

Senja Jatuh di Pajajaran

Judul: Senja Jatuh di Pajajaran • Penulis: Aan Merdeka Permana • Penerbit: Tiga Serangkai, 2009 • Tebal: 746 halaman

Sub judul Kemelut di Istana Sri Bima merupakan buku 1 dari 3 buku yang direncanakan. Novel ini mengambil latar belakang kerajaan Pajajaran di ambang keruntuhannya, yang saat itu dipimpin oleh Prabu Ratu Sakti (1543 -1551 Masehi). Masuknya pengaruh Islam, menyebabkan terpecahnya wilayah Pajajaran, Kerajaan Cirebon di wilayah timur dan Kerajaan Banten di wilayah barat. Di dalam novel ini Aan Merdeka Permana (AMP) menyebutkan beberapa tarikh, sepintas memang ada kejanggalan tapi ini harus diteliti tersendiri oleh sejarahwan, misalnya menyebutkan peristiwa Perang Bubat 200 tahun sebelumnya, adanya meriam di wilayah jawa sekitar tahun 1500-an dan sebagainya.

Kisah dalam novel ini dimulai dari perjalanan seorang pendekar yang bernama Ginggi, yang selama sepuluh tahun digembleng oleh gurunya Ki Darma Tunggara, menuju ibukota Pakuan Pajajaran. Pesan utama Ki Darma adalah agar Ginggi ikut membela dan menyelamatkan Pajajaran dari kehancuran. read more