Arjuna kesayangan para dewa

Siapa yang tak kenal dengan Arjuna si tengah Pandawa itu? Ia punya istri yang jumlahnya banyak banget (mungkin ia sampai lupa siapa nama-nama istrinya, saya nggak tahu juga ada berapa di antaranya yang dikawin secara siri), yang kata sebagian dalang wayang kulit apa yang dilakukan lelaki flamboyan yang punya nama lain Pamade atawa Dananjaya itu hanyalah perlambang. Ia dijuluki lelananging jagad, laki-laki paling jantan. Kesaktiannya tak diragukan, selain pintar olah senjata ia juga menguasai jurus-jurus olah kanuragan.

Arjuna juga terkenal dengan ketampanannya. Tahukah Anda kalau Arjuna menyimpan sebuah cacat fisik? Tangan kanannya punya jari telunjuk dua. Nanti kapan-kapan saya ceritakan kisah asal-usul dua jari telunjuk Arjuna tersebut.

Meskipun terkenal sakti, Arjuna merasakan galau juga ketika ia mendengar ramalan nekjika suatu saat ia akan bertempur melawan Adipati Karna, yang tak lain saudara tuanya sendiri. Ia pernah berkelahi dengan Karna, ketika masih remaja dulu. Kalau nggak dibela oleh Drona, tubuh Arjuna sudah babak belur dipukuli Karna. Kalau membayangkan peristiwa tersebut, gentar juga hatinya jika suatu saat mesti perang tanding dengan Karna.

Syahdan, Arjuna melakukan perjalanan spiritual ke puncak Gunung Indrakila. Di sana ia bertemu dengan seorang pertapa dan menegur Arjuna.

“Wahai ksatria, ngapain kamu datang ke tempat pertapaan seperti ini dengan pakaian seorang prajurit dan membawa senjata pula? Di sini mah tempatnya orang bertapa, orang yang telah berhasil menaklukkan amarah dan hawa nafsunya!”

“Saya datang ke tempat ini ingin mencari senjata. Jika panjenengan berkenan, mohon tunjukkan di mana tempatnya.”

“Oalah anakku Dananjaya, buat apa senjata itu? Kalau kamu ke tempat para pertapa ini mintalah ketenangan batin, bukan senjata. Piye to?”

“Oh, panjenengan tahu siapa nama saya?”

Pertapa di hadapan Arjuna itu tersenyum dan mengubah wujudnya. Rupanya ia adalah Bathara Indra, rajanya para dewa yang tak lain ayahnya sendiri. Melihat perubahan ujud itu, Arjuna segera bersimpuh menghaturkan sembah.

Ngene ngger, sekarang kamu temui Bathara Syiwa, dewa bermata tiga itu. Jika kamu mendapatkan restunya, kamu bakal mendapatkan senjata yang kamu inginkan.”

~oO0~

Arjuna menanggalkan pakaian prajuritnya dan menapaki puncak gunung. Di sana ia bertapa berharap dapat bertemu dengan Bathara Syiwa.

Dalam semedinya, Arjuna terganggu oleh ulah sepasang suami istri yang tengah berburu babi hutan. Tingkah mereka sangat berisik mengejar babi hutan. Arjuna merasa terusik. Segera saja ia ambil anak panahnya dan ia bidik babi hutan yang tengah berlari. Tass…!! Pada saat yang bersamaan, anak panah pemburu lelaki juga meluncur ke arah buruan. Babi hutan itu pun tersungkur.

“Hai, siapa kalian? Kenapa kamu berburu bersama istrimu dan kenapa pula kamu memanah babi hutan yang aku panah?” Arjuna tak mampu mengendalikan emosinya.

“No..no…no… kamu yang memanah belakangan. Anak panahku yang mengenai duluan. Eh…, tahu nggak, hutan ini milik kami, termasuk binatang-binatang yang berada di dalamnya. Eh iya, kamu pendatang baru di hutan ini, bukan? Coba perhatikan dirimu. Badan dan penampilanmu memperlihatkan kalau kamu terbiasa hidup nyaman dan uenak di istana, seharusnya aku dong yang bertanya siapa kamu dan dari mana asalmu. Kalau kamu nggak terima, ayo kita berkelahi!”

Arjuna merasa tertantang. Ia segera mengambil kuda-kuda. Semua gerakan Arjuna dapat ditepis dengan mudah oleh sang pemburu, bahkan sabetan tangan Arjuna sering mengenai angin. Arjuna makin kalap ketika pemburu hanya tertawa-tawa saja. Ia segera mengambil anak panah dan busurnya. Ia bidik ke arah pemburu. Sia-sia. Tak ada satu pun anak panah yang mengenai tubuh pemburu. Arjuna mencabut pedangnya, ia tebaskan ke arah leher pemburu. Aneh sekali, meskipun pedang itu kena di leher pemburu tak ada luka apalagi darah yang mengalir dari tubuh pemburu. Arjuna melakukan berulang-ulang, hingga habis tenaganya. Pemburu tetap tegak berdiri.

Arjuna bersimpuh mengatur nafas. Ia bersemedi dan mencoba memanggil Bathara Syiwa untuk membantunya. Belakangan ia menyadari kalau pemburu dan istrinya itu berubah wujud. Mereka adalah Bathara Syiwa dan Dewi Uma. Arjuna menghaturkan sembah dan mohon ampun atas kelancangannya.

Bathara Syiwa tersenyum dan memberikan pengampunan. Dari balik tubuhnya, Bathara Syiwa mengambil sebuah senjata.

“Arjuna, ini aku hadiahi kamu sebuah senjata yang bernama Pasopati!”

Bathara Syiwa dan Dewi Uma menghilang dari pandangan Arjuna.