Satu lagi mahasiswa jadi korban ospek, kali ini mahasiswa ITB tewas saat ospek. Apakah kegiatan ospek harus dengan kekerasan? Apa sih sebenarnya tujuan ospek itu? Bukankah maksud utama kegiatan ospek untuk orientasi dan pengenalan kampus? Sebetulnya sangat sederhana : cuma pengenalan kampus! Materi yang harus diberikan kepada mahasiswa baru tidak terlepas dari isi perut kampus yang bersangkutan, misalnya bagaimana sistem perkuliahannya, siapa-siapa saja yang menjadi staf pengajarnya, nanti kalau lulus bisa bekerja di bidang apa saja, dan sebagainya yang tentunya tidak ada unsur kekerasan di sana.
Bentuk ospek paling ideal mestinya berupa diskusi panel. Sejak awal mahasiswa dibiasakan melakukan diskusi dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul, bukan dengan ototnya tetapi dengan otaknya :
- Dalam kegiatan ospek biasanya mahasiswa baru diharuskan memakai kaos kaki yang berbeda antara kaki kiri dan kanannya, untuk mahasiswi ditambah memakai pita beraneka warna di rambutnya. Dilengkapi dengan tas kresek atau tas dari karung beras. Tujuan kegiatan ini untuk menguji mental. Sudah berpuluh tahun cara ini dipakai, sehingga masyarakat yang menyaksikan tidak “surprise” lagi dengan penampilan mereka, bahkan tidak ada yang meledek penampilan “aneh” ini, semua orang sudah paham dan tahu kalau mereka sedang melakukan ospek. Lalu di mana ujian mentalnya kalau begitu? Ganti saja dengan kegiatan orasi di depan umum, dengan tema yang menyentuh kepentingan rakyat banyak. Hitung-hitung sekalian latihan menyampaikan pendapat untuk memperbaiki keadaan di sekelilingnya.
- Peserta ospek ternyata tidak hanya “dikerjain” di siang hari. Setelah kegiatan ospek (yang biasanya hari sudah gelap), mereka masih diberi tugas yang aneh-aneh dan besok paginya harus dikumpulkan. Ah, jangan-jangan karena kegiatan ini banyak dari mahasiswa kalau mengerjakan tugas kuliahnya menggunakan SKS = Sistem Kebut Semalam! Kegiatan ini mestinya bisa diganti dengan terjun langsung ke masyarakat misalnya membagikan brosur hidup sehat, penanaman pohon dan masih banyak lagi.
Jangan lagi ada tawuran antar mahasiswa, merusak kampus, atau demo anarkis, karena semua persoalan bisa diselesaikan dengan jalan negosiasi dan kompromi.
Siapa lagi kalau bukan anak muda yang sekarang ini, akan membangun negeri ini? Kalau bibit, bobot dan bebed anak mudanya baik dan berkualitas, yakinlah Nusantara akan menguasai dunia.