Hari Sabtu adalah hari leyeh-leyeh. Kegiatan utama yang saya lakukan biasanya membaca. Jika saya membaca di ruang tamu maka pintu saya buka supaya lebih terang dan ada sirkulasi udara yang bebas keluar-masuk rumah. Nah, karena pintu terbuka ada saja tamu yang tidak saya kenal mampir sejenak dengan sapaan khas mereka: tukang barang rosok, peminta/pengumpul sumbangan, pengamen, atawa salesman yang menjajakan barang.
Pada suatu hari Sabtu di mana matari mulai jatuh ke arah barat, di depan rumah terdengar teriakan salam yang berulang-ulang disertai dengan ketukan di pagar garasi. Saat itu pintu rumah saya tertutup. Saya tengok dengan menyibakkan gordin terlihat seorang lelaki muda berseragam hitam-putih-berdasi. Ah, salesman ini mau menawarkan barang apa nih, kok semangat amat.
Hari itu hati saya tidak ingin menolak kedatangannya, setidaknya saya ingin menyajikan segelas air putih padanya. Ia pasti kelelahan berjalan di bawah terik matari musim kemarau.
Ia saya persilakan duduk di kursi teras. Lelaki di hadapan saya masih sangat muda, mungkin lulus SMA langsung menjadi salesman. Pertama, ia mengucapkan terima kasih sebab sejak pagi tak ada seorang pun yang menerima kedatangannya untuk menawarkan barang yang dijualnya. Selanjutnya, ia mengeluarkan brosur.
“Bapak di rumah pakai air minum apa? Air dari PDAM atau akua?”
“Dua-duanya, Mas.”
“Nah, ini saya tawarkan filter penjernih air [ia menyebutkan nama dagangnya]. Air dari peralatan ini seratus persen aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Jika dibandingkan dengan merebus air, kualitas air yang telah disaring dengan alat ini lebih sehat karena debu, pasir, tanah liat dihilangkan dan kadar bahan kimia berbahaya berkurang. Air dari peralatan ini telah diuji di dua puluh laboratorium di luar dan dalam negeri.”
Ia mulai berpromosi.
“Air dari filter penjernih air juga sangat murah. Satu filter air dapat menyaring sampai dengan 5000 liter air. Filter penjernih air mudah dipakai. Bapak nggak usah repot lagi untuk pergi ke tempat isi ulang atau masak air.”
“Saya nggak pernah percaya kualitas air isi ulang. Kalau masalah masak air, rasanya nggak mungkin nggak masak air, bagaimana kalau saya mau minum kopi atawa teh panas?”
“Nah, makanya Bapak bisa menggunakan produk kami. Air yang disaring dari alat ini lebih enak karena lebih jernih dan lebih murni. Tentu saja menyehatkan tubuh kita.”
“Saya bisa lihat hasil uji lab yang Mas katakan tadi?”
Ia mengeluarkan foto kopian dan di sana tercetak hasil uji lab.
“Sampeyan mudeng nggak isi uji lab ini, Mas?”
Ia diam.
“Di sini, hasil lab kurang lengkap. Seperti unsur kimia an-organik arsen, total kromium dan sianida nggak ada. Parameter fisik dan kimiawinya juga tidak diuji semua. Bisa sampeyan jelaskan?
“Anu, nanti biar supervisor saya yang menjelaskan pak. Dia sedang di blok belakang.”
“Sampeyan bisa menghitungkan efisiensi jika menggunakan alat ini?”
“Maksudnya pak?”
“Jatuhnya harga per liter berapa jika menggunakan filter penjernih air ini? Lalu bagaimana jika dibandingkan saya mengkonsumsi air minum dalam kemasan?”
“Eh… nanti biar supervisor saya yang menjelaskan juga, pak.”
Saya masuk rumah untuk mengambilkan air akua gelas. Tak hanya satu, tapi tiga.
“Silakan diminum dulu, Mas!”
Ia segera meraih air yang saya sajikan. Dengan cekatan, ia ambil sedotan dan menancapkan ke akua gelas. Jleb!
Dalam hitungan lima detik, air di dalam akua gelas tandas dan sudah berpindah ke dalam tenggorokannya.
“Haus ya, Mas?”
“Iya pak. Segar sekali rasanya.”
Ia lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Rupanya ia sedang mengontak supervisornya. Apakah supervisornya datang ke tempat saya?