Akuntansi Pahala

Teman saya yang satu ini senang sekali membuat perhitungan dengan Gusti Allah. Ibadah yang dilakukan dihitung secara matematis dan laba-rugi. Dalam shalat 5 waktu, dia menghitung masing-masing shalat berpahala 1. Jadi, sehari semalam akan mendapatkan pahala sebanyak 5. Jika suatu saat dia mengerjakan shalat berjamaah, dia hitung mendapatkan 27 pahala, sehingga teman saya ini tidak rutin mengerjakan shalatnya, karena dia menggunakan sistem bayar duluan atau memberi deposit pahala. Hitungannya begini, 27 dibagi 5 sama dengan 5 sisa 2. Jadi selama 5 hari plus 2 waktu shalat dia akan libur mengerjakan shalat. Begitu seterusnya.

Untuk shalat jumat dia melakukan dengan rajin. Dengan shalat jumat akan dihapuskan dosa-dosa yang diperbuat antara jumat lalu sampai dengan jumat berikutnya. Tujuan dia melaksanakan shalat jumat, apalagi kalau bukan untuk menghapus dosa selama seminggu. Pergi ke masjid, dia pun membuat perhitungan. Berapa langkah kakinya dari rumah ke masjid, dia hitung dengan cukup teliti. Satu langkah satu pahala. Jika menurut perhitungannya minggu itu pahalanya sudah minus, dia akan melakukan “isi ulang pahala” dengan pergi ke masjid berjalan agak jauh dengan naik motor. Satu putaran roda satu pahala.

Bagaimana dengan sedekah yang dia lakukan? Ada perhitungannya juga. Tiap jumat dia mengisi kotak kencleng masjid dengan uang seribu rupiah. Hitungannya, 1 rupiah satu pahala. Wah, teman saya pahalanya banyak betul.

Suatu ketika, saldo pahala teman saya ini nihil. Dia pun segera bergegas pergi shalat jumat di masjid agung, pasti akan lebih berlimpah pahalanya. Jumat itu, materi khotbah yang disampaikan khotib sangat menarik perhatiannya. Sampai pulang ke rumah, masih terngiang-ngiang saja kalimat sang khatib: “Jangankan mendapatkan pahala, ibadah kita belum tentu diterima oleh Gusti Allah. Amal ibadah yang kita lakukan tergantung dari niat kita”.  Rupanya, Gusti Allah telah memberikan peringatan kepadanya melalui sang khatib.

Dia buka catatan akuntansi pahalanya. Di kolom saldo dia menuliskan angka dengan tinta warna merah: minus banyak sekali. Dia bersimpuh di atas sajadahnya, memohon ampun kepada Gusti Allah. Mulai saat itu dia memperbaiki niatnya.

Dia memulai kehidupan yang baru dengan tidak mencatat pahalanya lagi. Semua diserahkan kepada Gusti Allah. Ibadah yang dia lakukan bukan lagi berdasarkan laba-rugi, tetapi karena Gusti Allah semata. Pahala urusan mutlak Gusti Allah.

Dia mulai memperbaiki kualitas ibadahnya.