Saya bukannya pro dengan kedatangan Lady Gaga ke Jakarta, kenal saja tidak. Lihat tayangan pentasnya saja ya ketika ontran-ontran penolakan terhadapnya ramai diberitakan di tipi-tipi nasional kita. Lucu juga, Lady Gaga disinyalir akan merusak moral bangsa nekjika jadi pentas di Jakarta. Pendapat yang sungguh ngedab-ngedabi, menurut saya.
Selemah apakah moral bangsa ini, sehingga si mbak Lady Gaga mampu memerosotkan – bahkan merusak, moral anak bangsa? Apakah para penggede negeri, alim-ulama, tokoh agama atawa guru-guru yang nota bene sebagai penjaga moral juga takut akan dampak negatif penampilan Lady Gaga?
Sesungguhnya ada (banyak) yang lebih berbahaya daripada Lady Gaga. Apa itu? Tayangan acara tipi! Kotak kaca ajaib itu bahkan masuk ke ruang pribadi kita, ia ada di kamar tidur kita.
Dari tipi saban menit otak kita diracuni dengan tayangan berisi fitnah, hujatan, umpatan, omongan kasar, menjelek-jelekkan pihak lain, gosip, informasi simpang-siur, kekerasan dan masih banyak hal buruk lainnya. Tak heran perilaku (moral) kita pun mengikuti hal-hal yang buruk tadi. Coba amati perilaku anak-anak kita. Dengan fasihnya ia menirukan tayangan tipi.
Lalu, di luar rumah kita disuguhi opera sikut-sikutan orang-orang yang ingin jadi pemimpin kita. Sekelompok orang menyerang kelompok lain, dengan dalih keyakinannya yang paling benar, padahal mereka menyembah Tuhan yang sama. Banyak perilaku korup yang dicontohkan oleh pimpinan, guru, tokoh agama bahkan oleh orang yang selama ini kita kagumi. Korupsi merupakan bahaya laten bagi anak bangsa.
Wahai (yang merasa) sebagai kelompok penjaga moral partikelir, beranikah kalian menghentikan tayangan-tayangan tipi yang jelas-jelas merusak moral anak bangsa itu? Mampukah kalian memerangi perilaku korup di segala lapisan masyarakat kita, termasuk aparat yang membekingi kalian?
Percayalah, penampilan Lady Gaga nggak ada-apanya dibandingkan pentas dangdut organ tunggal di kampung-kampung. Penyanyi-penyanyi lokal kita goyangannya jauh lebih asoi daripada Lady Gaga. Para penonton Lady Gaga jelas sudah terseleksi, hanya kaum berada yang mampu membeli tiketnya. Apa yang mesti ditakutkan? Beda dengan pentas dangdut organ tunggal di kampung-kampung itu, siapa pun boleh nonton wong gratis. Dari umur balita sampai kaum uzur ada. Tak henti-hentinya mereka menelan air liur karena adegan syur penyanyinya. Amati di sekitar arena pentas mereka: tak jarang yang bermabuk ria – minum miras oplosan, sementara di sudut lain ada perjudian semacam kocok dadu atawa adu ayam. Lalu, mereka saling bersitegang yang akhirnya terjadi keributan.
Selamat datang di negeri kami, mbak Stefani Joanne Angelina Germanotta. Tanpamu pun, (sebenarnya) moral sebagian anak negeri ini sudah bubrah.