Ada kemesraan di mana-mana

Pada sebuah media sosial, seseorang memajang foto diri bersama pasangannya. Dalam pose mesra: menyandarkan punggung ke bahunya. Komentar dari para sahabatnya yang ditulis di bawah foto tersebut bermacam-macam, namun satu tujuan: mengapresiasi kemesraan pasangan tersebut. Pemilik foto pun senang.

Kemesraan di atas terjadi di dunia maya. Saya ingin menceritakan kemesraan sepasang suami-istri di dunia nyata yang saban pagi hari saya temui di sepanjang perjalanan saya dari rumah ke kantor:

  • Sepasang suami-istri berboncengan sepeda motor. Dari seragam yang dikenakan: biru tua dan biru muda, keduanya bekerja pada sebuah perusahaan yang sama. Sementara, anak perempuannya duduk di antara mereka. Ketika sampai di sekolah, anaknya turun lalu mencium tangan ayah-ibunya dan melambaikan tangan. Mereka bertiga tersenyum. Pasangan suami-istri itupun melanjutkan perjalanan ke tempatnya bekerja. Karena tak ada “penghalang” lagi, dalam membonceng sang istri menggelendot ke pinggang suaminya.
  • Di warung soto – masih di jalan yang sama yang dilewati oleh sepasang suami-istri berboncengan sepeda motor tadi – selalu saya temui sepasang suami-istri yang ngiras soto. Saya mengenal sepasang suami-istri ini. Anak-anak mereka sudah mandiri. Mungkin untuk mengisi kegiatan pagi, mereka berjalan kaki menuju warung soto untuk menikmati sarapan.
  • Lalu – masih di jalan yang sama – saya melihat sepasang suami-istri yang bersepeda. Sang suami mengendarai sepeda gunung, sang istri mengendarai sepeda lipat. Sama-sama memakai: seragam olah raga, berkaca mata hitam dan di telinga mereka tersumpal “earphone” yang dicolok dari henpon mereka. Bisa jadi mereka mulai bersepeda selepas shalat subuh, karena sekitar jam 6 pagi mereka dalam rute pulang ke rumah. Saya pun mengenal sepasang suami-istri ini.
  • Nanti selepas saya menurunkan anak saya di sekolahnya, di sebuah taman perumahan ada sepasang suami-istri yang berjalan mengelilingi taman kecil tersebut. Sang suami memakai tongkat, sementara tangan sang istri menuntun tangan suaminya. Ia sedang melatih otot-otot kaki setelah terserang stroke beberapa waktu yang lalu.
  • Tak jauh dari taman kecil tersebut, saya lihat pak camat dan istrinya pulang jalan-jalan pagi. Pak camat menggandeng tangan istrinya. Wajah mereka ceria, saling bercanda. Entah apa yang mereka bicarakan. Saat melewati keduanya, saya buka kaca mobil untuk sekedar menyapanya. Kami bersalaman. Kemudian saya melanjutkan perjalanan ke kantor, sementara dari kaca spion saya melihat pak camat menggandeng tangan istrinya lagi.

Pagi yang indah dan cerah. Ada kemesraan di mana-mana. Semoga kemesraan mereka sakinah-mawadah-rahmah.