Sepeninggal Wicitrawirya dalam usia muda, Bhisma memanggil Rancakaprawa yang saat itu sudah punya jejuluk Begawan Abiyasa sebab ia memilih jalan hidup sebagai seorang pertapa. Sebagai bakti kepada paman yang sangat dihormati kalangan kerajaan Hastinapura, Abiyasa meninggalkan pertapaannya.
Abiyasa tak seperti gambaran pangeran kerajaan pada umumnya yang berwajah tampan atawa gagah perkasa. Ia berkulit hitam, buruk rupa dan berbadan bungkuk. Bhisma yang semula menitipkan tahta kerajaan Hastinapura kepada keponakan, ya Wicitrawirya itu, karena tahta kini kosong maka ia serahkan kepada Abiyasa. Tentu saja, Abiyasa tak bisa menolaknya.
Tak hanya tahta yang dianugerahkan kepadanya, namun janda kembar Wicitrawirya yakni Ambika dan Ambalika juga termasuk dalam daftar warisan yang harus diterima oleh Abiyasa. Pelantikannya sebagai raja Hastinapura sekaligus perayaaan perkawinannya dengan kedua putri kembar nan jelita.
Dibandingkan dengan Wicitrawirya yang tampan, pasangan raja yang juga pengantin itu terasa kontras meskipun aneka tanda kebesaran Hastinapura dikenakan oleh Abiyasa. Sungguh ia amat tersiksa menduduki tahta, jiwanya adalah seorang begawan.
Penampilan raja Hastinapura ini selanjutnya seperti begawan pada umumnya. Meski ia kini menyandang jabatan tertinggi sebuah kerajaan besar, namanya tetap dikenal sebagai Begawan Abiyasa.
Sesungguhnya, naik tahta dan perkawinan Abiyasa dengan Ambika dan Ambalika direstui oleh para dewa, tak seorang pun yang berhak menolak kehendak dewata tersebut. Sudah jamak dalam sebuah lembaga perkawinan, apalagi sebagai pengantin baru, maka Abiyasa melakonkan diri sebagai seorang suami yang melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya.
Pada malam pertama, Abiyasa yang juga punya nama Kresna Dwipayana itu mengunjungi Ambika. Selama mereka olah-asmara, Ambika selalu memejamkan matanya. Ia begitu jijik melihat wajah Abiyasa.
Pada malam berikutnya, Abiyasa mendatangi Ambalika. Seperti kakaknya, Ambalika selalu menelengkan kepalanya tak mau menatap wajah suaminya. Wajahnya juga mendadak pucat. Memang, jika dibandingkan dengan suami terdahulu, ketampanan Abiyasa tak ada apa-apanya.
Kejadian tersebut terus berulang. Hal itu membuat marah para dewa. Mereka mengutuk Ambika dan Ambalika.
Bhisma prihatin dengan kejadian di rumah tangga Abiyasa. Maka, ia mengawinkan Abiyasa dengan seorang emban istana. Abiayasa dengan patuh menerima keputusan pamannya itu. Cilaka betul, emban itu juga merasa jijik dengan Abiyasa. Emban itu selalu menggelinjangkan kakinya setiap kali melayani Abiyasa di tempat tidur.
Emban tak tahu diri itu pun kena kutuk para dewa.
Kelak, ketiga istri Abiyasa melahirkan anak-anak yang cacat. Ambika melahirkan Destarasta yang buta. Destarasta adalah bapak para Kurawa yang kawin dengan Dewi Gandari. Ambalika melahirkan Pandudewanata yang kawin dengan Kunti dan Madrim menurunkan Pandawa. Pandu sendiri membawa cacat bawaan bermuka pucat dengan kepala teleng. Suneng, susah nengok. Sementara, emban yang belakangan menjadi istri Abiyasa melahirkan bayi dengan cacat kaki panjang sebelah yang diberi nama Yama Widura, yang nanti akan menjadi penasihat kerajaan Hastinapura.
Begawan Abiyasa berumur panjang. Ia berkesempatan menyaksikan pecahnya perang Baratayudha hingga penobatan Parikesit, cicitnya, menjadi raja Hastinapura.