Ingin membunuh jemu dan penat

Rasa penat sudah saya rasakan sejak Senin sore, sehingga saya niati untuk tidur lebih cepat. Dan betul saja, jam setengah sembilan saya sudah mapan dan tak lama kemudian terlelap. Memang tak biasanya saya tidur malam sesore itu, menjelang tengah malam baru bisa pejamkan mata setengah sempurna.

Ketika alarm yang saya stel semenit lebih awal dari azan subuh meraung-raung membangunkan saya, terpaksa saya off dan saya undurkan menjadi jam 5. Celakanya, azan subuh yang terdengar nyaring dari masjid saya cuekin, saya lebih memilih menarik selimut daripada melepas tiga tali ikatan syetan yang diikatkan pada tengkuk saya.

Paginya berasa aras-arasan. Habis antar Lila ke sekolah saya kembali ke rumah, leyeh-leyeh sejenak sebelum mandi dan berangkat ke kantor agak siangan. Rasa penat belum sepenuhnya pulih, malah ketambahan jenuh. Meskipun begitu pantang bagi saya membuat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab saya menjadi terbengkalai.

Jam setengah dua belas ditraktir makan siang oleh kolega yang berulang tahun. Hmm… seharusnya orang yang berulang tahun mendapatkan hadiah makan gratis, ini malah sebaliknya. Makan bareng-bareng lumayan bisa sedikit menghilangkan kepenatan dan kejemuan.

Saat jam istirahat sepenuhnya saya gunakan untuk tidur siang. Apalagi kondisinya memang memungkinkan untuk itu: saya ngantuk berat plus kalau jam istirahat lampu penerangan di kantor dimatikan. Bangun dari tidur siang bebarengan saat lampu-lampu dinyalakan kembali. Jemu kembali hadir.

Saya mencoba membunuh jenuh dengan membaca berita online dan mampir di beberapa Blog teman, salah satunya Kebun mBak Prih. Di sana diajak main Dua Empat. Iseng-iseng saya corat-coret di kertas dan mendapatkan persamaan ini:

log 10 x 23 x (9 – 6) = 24

6 x 22 x (10 – 9) = 24

Kalau pakai akar boleh, tentunya pakai pangkat juga boleh 😉

Seperti kemarin, hari ini saya pulang tepat waktu. Dalam perjalanan pulang cukup menyebalkan karena lalu-lintas tersendat karena adanya forklift berada pada barisan paling depan, kemudian truk tanah, di belakangnya rangkaian motor, baru saya. Ah, siapa juga yang menjalankan forklift pada jam-jam sibuk seperti itu?

Sabar menjadi obat paling mujarab.